Polda Sulsel Bongkar Jaringan Pembuat Bom Ikan, 9 Tersangka Ditangkap!
Ditpolairud Polda Sulsel mengungkap jaringan produksi bom ikan yang merusak ekosistem laut, menangkap sembilan tersangka dan mengamankan ratusan kilogram bahan peledak.

Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) berhasil membongkar sebuah jaringan produksi bom ikan yang telah beroperasi selama beberapa bulan terakhir. Sebanyak sembilan orang telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang menyebabkan kerusakan parah pada ekosistem laut ini. Pengungkapan kasus ini dilakukan oleh Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Sulsel, dan penggerebekan dilakukan di beberapa wilayah di Sulawesi Selatan, mulai dari Makassar hingga Selayar.
Penangkapan ini merupakan hasil dari serangkaian operasi yang dilakukan sejak Maret hingga April 2025. Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto, menjelaskan bahwa para tersangka merupakan produsen bahan peledak, bukan hanya pengguna. "Barang bukti semuanya ini merupakan bahan yang digunakan tersangka merakit bom ikan. Mereka ini adalah para pembuat atau produsen (bahan peledak), bukan pemakai," tegasnya dalam rilis pengungkapan kasus di Kantor Ditpolairud Polda Sulsel, Makassar.
Kerugian negara akibat praktik ilegal ini ditaksir mencapai Rp1,5 miliar. Tidak hanya kerugian ekonomi, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan juga sangat signifikan. Praktik penangkapan ikan dengan bom menyebabkan kerusakan terumbu karang dan biota laut lainnya, mengancam keberlanjutan ekosistem laut di Sulawesi Selatan.
Jaringan Internasional dan Peran Para Tersangka
Sembilan tersangka yang ditangkap masing-masing berinisial RI (55), MF (35), HI (38), BI (50), RN (39), AG (39), LA (49), MR (31), dan MI (64). Mereka memiliki peran berbeda dalam jaringan ini, mulai dari kurir, penyedia barang, hingga penyandang dana. Direktur Ditpolairud Polda Sulsel, Kombes Pol Pitoyo Agung Yuwono, mengungkapkan bahwa bahan baku bom ikan berasal dari jaringan internasional melalui jalur laut Kalimantan Utara, setelah masuk dari Malaysia.
Para tersangka memasarkan hasil produksi bom ikan mereka ke berbagai wilayah di Sulsel. Mereka dengan sengaja mengabaikan dampak negatif dari penggunaan bom ikan terhadap lingkungan laut demi keuntungan ekonomi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya penegakan hukum untuk melindungi ekosistem laut dari praktik-praktik perusakan seperti ini.
Jaringan ini telah beroperasi sejak Maret hingga April 2025, dan telah memproduksi serta mendistribusikan bahan peledak dalam jumlah besar. Barang bukti yang berhasil diamankan meliputi 60 jerigen bom ikan siap pakai seberat 300 kilogram, 52 bom ikan kemasan botol seberat 70 kilogram, dan 291 batang detonator.
Kerjasama Antar Daerah dan Ancaman Hukum
Ditpolairud Baharkam Polri di Nusa Tenggara Barat (NTB) juga turut terlibat dalam pengungkapan kasus ini, dengan menangkap pelaku yang berperan sebagai pemasok bahan bom ikan. Kerjasama antar daerah ini menunjukkan komitmen untuk memberantas praktik ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan negara.
Para tersangka akan dijerat dengan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 juncto Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961. Ancaman hukuman yang berat diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah praktik serupa di masa mendatang.
Pengungkapan kasus ini menjadi bukti nyata komitmen aparat penegak hukum dalam melindungi lingkungan dan sumber daya kelautan Indonesia. Perlu upaya berkelanjutan untuk mencegah dan memberantas praktik penangkapan ikan ilegal yang merusak ekosistem laut.
Kesimpulan: Pengungkapan kasus ini menjadi peringatan keras bagi pelaku kejahatan lingkungan. Penegakan hukum yang tegas dan kerjasama antar instansi sangat penting untuk menjaga kelestarian ekosistem laut dan sumber daya perikanan Indonesia.