Polda Sumut Buru Jaringan 72 Kg Sabu-sabu: Sindikat Terorganisir Gunakan Teknologi Enkripsi
Polda Sumut memburu jaringan pengedar 72 kg sabu-sabu yang akan dikirim ke Jakarta, menggunakan teknologi enkripsi untuk menghindari pelacakan.

Medan, 2 Mei 2024 - Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumatera Utara (Sumut) tengah memburu jaringan pengedar 72 kilogram (kg) sabu-sabu yang hendak dikirim ke Jakarta. Pengungkapan kasus ini bermula dari penangkapan seorang wanita berinisial CS (48) di Medan pada 28 April 2024 dengan barang bukti 33 kg sabu-sabu yang disembunyikan di dalam mobilnya. Penyelidikan kemudian mengarah pada sebuah rumah di Komplek Tasbih I Medan, tempat sabu-sabu tersebut dikemas, dan berujung pada penangkapan TF (47) dengan barang bukti 39 kg sabu-sabu tambahan.
Direktur Reserse Narkoba Polda Sumut, Kombes Pol Jean Calvijn Simanjuntak, menyatakan bahwa jaringan ini sangat terorganisir dan menggunakan teknologi komunikasi terenkripsi untuk menghindari pelacakan polisi. "Kami terus memburu pelaku lainnya sampai memutus rantai peredaran narkoba di Sumut," tegas Kombes Pol Jean Calvijn dalam konferensi pers di Medan.
Modus operandi sindikat ini cukup canggih. Mereka memanfaatkan aplikasi Z, sebuah aplikasi komunikasi tertutup, untuk mengatur distribusi sabu-sabu ke Jakarta. Hal ini menunjukkan tingkat profesionalisme dan kecanggihan teknologi yang digunakan oleh jaringan ini dalam menjalankan operasi ilegalnya.
Pengungkapan Kasus dan Pengembangan Penyelidikan
Penangkapan CS dan TF merupakan hasil pengembangan penyelidikan yang dilakukan oleh tim Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut. Setelah menangkap CS, polisi langsung melakukan penggerebekan di rumah di Komplek Tasbih I Medan yang digunakan sebagai tempat pengemasan sabu-sabu. Di lokasi tersebut, polisi berhasil mengamankan TF dan barang bukti tambahan.
TF, warga Aceh, mengaku telah mengirimkan 28 kg sabu-sabu menggunakan mobil lain dengan imbalan Rp20 juta. Saat ini, mobil tersebut masih dalam pengejaran pihak kepolisian. Selain narkoba, polisi juga menyita barang bukti lain, seperti satu unit mobil, enam handphone, dan mesin pengemasan yang diduga digunakan untuk memperlancar peredaran sabu-sabu.
Kepolisian masih terus mengembangkan penyelidikan untuk memburu satu orang Daftar Pencarian Orang (DPO) berinisial B atau T, yang diduga sebagai pengendali utama jaringan ini. "Kami masih mengembangkan kasus ini, dan terus memburu satu DPO berinisial B atau T, yang diduga pengendali utama jaringan," ujar Kombes Pol Jean Calvijn.
Teknologi Enkripsi dan Tantangan Penegakan Hukum
Penggunaan aplikasi komunikasi terenkripsi seperti aplikasi Z menjadi tantangan tersendiri bagi pihak kepolisian dalam mengungkap kasus ini. Teknologi enkripsi memungkinkan para pelaku untuk berkomunikasi secara rahasia dan sulit dilacak, sehingga menyulitkan proses penyelidikan. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas dan teknologi di kepolisian untuk menghadapi kejahatan terorganisir yang semakin canggih.
Polda Sumut mengimbau masyarakat untuk berperan aktif memberikan informasi yang dapat membantu proses pemberantasan narkoba. Kerja sama antara masyarakat dan aparat penegak hukum sangat penting dalam upaya memberantas peredaran narkoba di Sumatera Utara dan Indonesia secara keseluruhan.
Kesimpulan: Kasus pengungkapan 72 kg sabu-sabu ini menunjukkan betapa terorganisirnya jaringan pengedar narkoba dan pemanfaatan teknologi canggih untuk menghindari penindakan hukum. Upaya pemberantasan narkoba membutuhkan kerja sama yang kuat antara pihak kepolisian dan masyarakat.