Polda Riau Bongkar Jaringan Sabu 7,43 Kg Dikendalikan Napi di Rutan Cipinang
Polda Riau mengungkap peredaran 7,43 kg sabu senilai Rp7,4 miliar yang dikendalikan napi di Rutan Cipinang, Jakarta, dengan empat tersangka ditangkap.

Polda Riau berhasil mengungkap kasus peredaran narkotika jenis sabu seberat 7,43 kilogram yang dikendalikan oleh seorang narapidana berinisial S (24) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cipinang, Jakarta. Pengungkapan kasus ini bermula dari informasi masyarakat dan berhasil mengamankan empat tersangka, termasuk S yang mengatur jaringan dari dalam penjara. Total sabu yang disita bernilai fantastis, mencapai Rp7,43 miliar, dan rencananya akan diedarkan di Jakarta.
Direktur Reserse Narkoba Polda Riau, Kombes Pol Putu Yudha Prawira, dalam konferensi pers di Pekanbaru pada Selasa, menjelaskan kronologi penangkapan. Penyelidikan berawal dari informasi masyarakat tentang transaksi narkoba di Pekanbaru. Polisi kemudian melakukan pengintaian dan menghentikan sebuah mobil Mitsubishi Expander hitam yang dikendarai oleh dua tersangka, Z (29) dan M (35), asal Lampung Selatan.
Di dalam mobil tersebut, polisi menemukan delapan paket sabu seberat 7,43 kg yang dikemas dalam bungkus teh China berwarna hijau. Kedua tersangka mengaku mendapat perintah dari napi S di Rutan Cipinang. Pengakuan ini mengarah pada penggerebekan di dalam sel S, yang juga berhasil mengamankan dua unit ponsel yang digunakan untuk berkomunikasi dan mengatur peredaran sabu.
Pengungkapan Jaringan Narkoba Antar Provinsi
Dari hasil pengembangan kasus, terungkap bahwa S merupakan narapidana kasus narkoba yang sedang menjalani hukuman 12 tahun penjara. Ia diduga sebagai pengendali utama jaringan ini. Selain Z dan M, polisi juga menangkap I (38), seorang residivis narkotika di Sukabumi, Jawa Barat, yang diduga sebagai kaki tangan S.
Para tersangka diupah dengan bayaran yang bervariasi, mulai dari Rp5 juta hingga Rp10 juta per kilogram sabu. Hal ini menunjukkan adanya struktur jaringan yang terorganisir dan sistematis dalam menjalankan bisnis haram tersebut. Penangkapan ini merupakan bukti keseriusan Polda Riau dalam memberantas peredaran narkoba di wilayahnya.
Modus operandi yang digunakan oleh jaringan ini cukup rapi, memanfaatkan teknologi komunikasi untuk mengendalikan peredaran narkoba dari dalam penjara. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan yang ketat terhadap narapidana, terutama yang terlibat dalam kasus narkoba.
Ancaman Hukuman Berat bagi Para Tersangka
Atas perbuatannya, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukuman yang dihadapi sangat berat, yaitu hukuman mati, seumur hidup, atau penjara paling lama 20 tahun. Ini merupakan peringatan keras bagi siapa pun yang terlibat dalam peredaran narkoba.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya kerjasama antara masyarakat dan aparat penegak hukum dalam memberantas peredaran narkoba. Informasi dari masyarakat menjadi kunci keberhasilan pengungkapan kasus ini. Oleh karena itu, diharapkan masyarakat dapat lebih aktif dalam memberikan informasi terkait peredaran narkoba di lingkungan sekitar.
Pengungkapan kasus ini menunjukkan bahwa peredaran narkoba masih menjadi masalah serius di Indonesia. Perlu upaya yang lebih intensif dan terintegrasi dari berbagai pihak untuk memberantasnya secara tuntas. Pemantauan dan pengawasan yang ketat terhadap narapidana juga sangat penting untuk mencegah terjadinya pengendalian peredaran narkoba dari dalam penjara.
Proses hukum akan terus berlanjut terhadap para tersangka. Polda Riau berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan menjerat semua pihak yang terlibat. Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat dan menjadi contoh bagi penegakan hukum di Indonesia.