Polisi Ungkap Peredaran Sabu Dikendalikan dari Lapas Pamekasan: Dua Tersangka Ditangkap
Polrestabes Surabaya menangkap dua tersangka pengedar sabu yang dikendalikan dari dalam Lapas Narkotika Pamekasan, Jawa Timur, dengan barang bukti hampir 300 gram sabu.

Surabaya, 6 Mei 2024 - Polrestabes Surabaya berhasil mengungkap jaringan peredaran narkotika jenis sabu yang dikendalikan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas IIA Pamekasan, Jawa Timur. Dua tersangka, B.I (41) dan V.P.J.N (30), ditangkap dan hampir 300 gram sabu berhasil disita dalam operasi di Jalan Jogosatru, Sukodono, Sidoarjo pada bulan April lalu. Pengungkapan ini menguak bagaimana sindikat narkotika memanfaatkan Lapas sebagai pusat kendali operasi mereka.
Wakasatresnarkoba Polrestabes Surabaya, Kompol Redik Tribawanto, menjelaskan kronologi penangkapan. Kedua tersangka berperan sebagai kaki tangan seorang narapidana bernama D yang berada di Lapas Pamekasan. Mereka mengambil sabu di Sokobanah, Sampang, Madura, sesuai instruksi D melalui telepon. Sistem pengambilan barang dilakukan secara ‘ranjau’, menunjukkan tingkat kecanggihan dan perencanaan yang matang dari sindikat ini.
Modus operandi yang digunakan sangat terorganisir, menunjukkan adanya jaringan yang terstruktur dengan baik. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pihak berwajib dalam memberantas peredaran narkotika di Indonesia. Penangkapan ini menjadi bukti nyata bahwa peredaran narkoba tidak hanya terjadi di luar Lapas, tetapi juga dikendalikan dari dalam sistem pemasyarakatan itu sendiri.
Pengungkapan Kasus dan Barang Bukti
Dalam operasi tersebut, polisi berhasil menyita tiga kantong plastik berisi sabu dengan berat total 299,028 gram. Menurut pengakuan tersangka, satu kantong berisi 100 gram dan dua lainnya masing-masing berisi 200 gram. Selain sabu, polisi juga menyita barang bukti lain, yaitu satu jaket hitam, satu kartu ATM, dua ponsel, dan uang tunai Rp400.000. Uang tersebut diduga merupakan sisa uang yang diberikan oleh narapidana D kepada tersangka B.I sebagai biaya transportasi, yang kemudian dibagi antara kedua tersangka.
Tersangka B.I mengaku menerima Rp1 juta dari D untuk biaya transportasi ke Madura, yang kemudian dibagi menjadi Rp600.000 untuk dirinya dan Rp400.000 untuk V.P.J.N. Kedua tersangka mengaku akan mengedarkan sabu tersebut ke wilayah Sidoarjo dan Malang. Fakta ini menunjukkan luasnya jangkauan operasi sindikat ini dan betapa sistematisnya mereka dalam menjalankan bisnis haram tersebut.
Kompol Redik menambahkan bahwa B.I mengaku baru pertama kali membantu D mengambil sabu, tetapi sebelumnya sudah beberapa kali membeli narkotika dari narapidana tersebut. Sementara itu, V.P.J.N mengaku baru mengetahui tujuan perjalanan ke Madura adalah untuk mengambil sabu. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat dalam jaringan ini.
Pengembangan Kasus dan Ancaman Hukuman
Polisi saat ini masih mengembangkan kasus ini untuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk dugaan keterlibatan oknum di dalam Lapas Pamekasan. Hal ini menjadi poin penting yang perlu ditelusuri untuk membongkar jaringan peredaran narkoba secara menyeluruh dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses investigasi menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan publik.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) dan Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukuman yang menanti keduanya adalah minimal lima tahun penjara dan maksimal seumur hidup atau hukuman mati. Tingginya ancaman hukuman ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku dan mencegah peredaran narkoba di masa mendatang.
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang perlunya pengawasan yang ketat di dalam lembaga pemasyarakatan untuk mencegah peredaran narkoba dan kejahatan lainnya yang dikendalikan dari dalam. Kerjasama yang erat antara aparat penegak hukum dan pihak Lapas sangat penting untuk memberantas peredaran narkoba secara efektif dan menyeluruh.