Polisi Periksa Oknum Perwira Polda NTB Terkait Dugaan Pemerasan terhadap Tersangka Narkoba
Propam Polda NTB tengah menangani kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh seorang perwira polisi berinisial DS terhadap tersangka kasus narkoba, IA, dengan tuntutan ratusan juta rupiah.

Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) saat ini tengah menangani kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh seorang perwira polisi berinisial DS terhadap tersangka kasus dugaan peredaran narkoba jenis jamur (mushroom), IA. Kasus ini terungkap bermula dari laporan polisi yang diajukan IA pada 30 Januari 2025, dengan nomor LP.A/30/1/2025/Yanduan, terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri. Perwira DS diduga meminta uang ratusan juta rupiah kepada IA. Proses hukum selanjutnya melibatkan Surat Perintah Kepala Bidang Propam Polda NTB Nomor: Sprin/49/I/WAS.2.1/2025, yang diterbitkan pada 31 Januari 2025, untuk memulai pemeriksaan dan pemberkasan atas dugaan pelanggaran etik tersebut.
Kepala Bidang Humas Polda NTB, Kombes Pol. M Kholid, saat dikonfirmasi terkait penanganan laporan ini, meminta waktu untuk mengkonfirmasi kepada pihak Propam. Sementara itu, tersangka IA, yang saat ini ditahan di Lapas Perempuan Mataram, telah dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi pada 10 Februari 2025, sesuai surat panggilan Nomor: SPG/40/II/WAS 2.1/2025/Bidpropam. Pemanggilan dilakukan oleh Iptu Ghufron Subeki, namun hingga saat ini belum ada tanggapan resmi dari Iptu Ghufron maupun Kepala Bidang Propam Polda NTB, Kombes Pol. Dedy Darmawansyah, terkait perkembangan penanganan kasus ini.
Kuasa hukum IA, Lalu Anton Hariawan, mengungkapkan bahwa kliennya telah dipanggil untuk memberikan keterangan di Lapas Perempuan Mataram. Namun, informasi mengenai pemanggilan tersebut sempat mengalami penundaan hingga Kamis, 20 Februari 2025, dan hingga saat ini belum ada informasi lebih lanjut mengenai perkembangannya. Anton berharap pihak Propam lebih terbuka dalam menangani laporan tersebut dan memberikan kejelasan terkait perkembangan penyelidikan.
Dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Hukum
Perwira Polri berinisial DS diduga melanggar beberapa pasal dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dugaan pelanggaran tersebut merujuk pada Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 10 ayat (1) huruf d, dan Pasal 10 ayat (2) huruf I Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tindakan pemerasan yang dilakukan DS terhadap IA, yang saat ini berstatus terdakwa dalam kasus peredaran narkoba jenis mushroom, menjadi sorotan utama dalam kasus ini.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Mataram, IA dituntut pidana penjara selama 8 tahun karena terbukti melakukan pemufakatan jahat dalam penguasaan mushroom, yang termasuk narkotika golongan I. Jaksa menuntut IA berdasarkan Pasal 111 ayat (1) juncto Pasal 132 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kasus ini menyoroti pentingnya akuntabilitas dan penegakan hukum yang adil, baik bagi tersangka maupun anggota kepolisian sendiri.
Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum. Kejelasan informasi dan perkembangan penanganan laporan dari pihak Propam sangat diharapkan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi Kepolisian.
Tuntutan Transparansi dan Kejelasan
Lalu Anton Hariawan, kuasa hukum IA, menekankan pentingnya transparansi dalam penanganan kasus ini. Ia berharap pihak Propam Polda NTB dapat memberikan informasi yang jelas dan terbuka kepada publik terkait perkembangan penyelidikan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan transparan, serta untuk mencegah terjadinya praktik-praktik yang merugikan masyarakat.
Kejadian ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan internal di tubuh Kepolisian. Penting bagi institusi Kepolisian untuk memastikan bahwa setiap anggotanya menjunjung tinggi kode etik dan hukum yang berlaku, serta bertanggung jawab atas setiap tindakan yang dilakukannya. Transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus ini akan menjadi kunci dalam membangun kepercayaan publik terhadap institusi Kepolisian.
Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak dan memberikan pembelajaran penting bagi institusi Kepolisian dalam menjaga integritas dan profesionalitas anggotanya. Keberadaan Propam sebagai pengawas internal diharapkan dapat efektif dalam mencegah dan menindak tegas setiap pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota Polri.
Publik menantikan hasil penyelidikan dan proses hukum yang transparan dan akuntabel dalam kasus ini. Kepercayaan publik terhadap institusi Kepolisian sangat bergantung pada komitmen untuk menegakkan hukum dan kode etik secara konsisten dan tanpa pandang bulu.