Polisi Selidiki Izin Impor Sianida Ilegal: 494 Ton Sianida Beredar di Indonesia
Bareskrim Polri mengungkap peredaran ilegal 494 ton sianida oleh PT SHC dan menyelidiki izin impor yang digunakan, melibatkan tersangka Steven Sinugroho dan distribusi ke berbagai wilayah di Indonesia.

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin, mengumumkan penyelidikan terkait izin impor sianida yang digunakan PT Sumber Hidup Chemindo (SHC) dalam kasus transaksi ilegal sianida. Penyelidikan ini berfokus pada izin impor dan kegiatan importir, termasuk kuota impor. Kasus ini terungkap setelah polisi menggerebek gudang PT SHC di Surabaya dan Pasuruan, menemukan ribuan drum sianida yang diimpor secara ilegal.
Brigjen Pol. Nunung menjelaskan bahwa PT SHC, bukan perusahaan resmi importir sianida, menggunakan izin impor yang tidak sah. Hanya dua perusahaan di Indonesia yang memiliki izin resmi mengimpor sianida, yaitu BUMN PT PPI dan PT Sarinah. Impor sianida oleh pihak lain harus untuk kepentingan perusahaan yang telah memiliki izin dari Kementerian Perdagangan. Namun, PT SHC terbukti menggunakan izin perusahaan tambang yang sudah tidak beroperasi.
Sianida yang diimpor secara ilegal oleh PT SHC telah didistribusikan ke berbagai daerah di Indonesia Timur, termasuk Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Tengah. Polisi kini menyelidiki perusahaan atau pihak-pihak yang menerima sianida ilegal tersebut. Kasus ini melibatkan tersangka Steven Sinugroho, Direktur PT SHC, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan pasal berlapis.
Pengungkapan Kasus Sianida Ilegal dan Tersangka Steven Sinugroho
Pengungkapan kasus ini berawal dari informasi tentang praktik perdagangan ilegal sodium cyanide (sianida) oleh Direktur PT SHC, Steven Sinugroho. Pada 11 April 2025, polisi menggeledah gudang PT SHC di Surabaya dan menemukan rencana pengiriman 10 kontainer sianida. Pengiriman dialihkan ke gudang lain di Pasuruan setelah penggeledahan dilakukan.
PT SHC terbukti menggunakan dua lokasi untuk menyimpan sianida. Polisi telah memeriksa sejumlah saksi dan menetapkan Steven Sinugroho sebagai tersangka. Modus yang digunakan adalah mengimpor sianida dari Tiongkok menggunakan dokumen perusahaan tambang emas yang sudah tidak beroperasi. Aktivitas ini berlangsung sekitar satu tahun dengan total impor mencapai 494,4 ton atau sekitar 9.888 drum sianida.
Sianida tersebut awalnya digunakan untuk produksi internal, namun kemudian diperjualbelikan secara ilegal. Sianida diduga dijual kepada penambang emas ilegal di berbagai wilayah Indonesia. Drum sianida dikirim tanpa label atau dipindahkan ke wadah lain, termasuk drum milik PT PPI, untuk menghilangkan jejak. Steven Sinugroho memiliki puluhan pelanggan tetap dengan pengiriman rutin 100-200 drum per transaksi, dijual dengan harga Rp6 juta per drum.
Barang Bukti dan Sanksi Hukum
Dalam penggerebekan, polisi menyita ribuan drum sianida berbagai merek dan negara asal, termasuk 1.092 drum putih dan 710 drum hitam dari Hebei Chengxin Co. Ltd., Tiongkok; ratusan drum tanpa label dan dari merek lain seperti Taekwang Ind. Co. Ltd. Korea dan PT Sarinah; serta 3.520 drum sianida merek Guangan Chengxin Chemical berwarna telur asin di gudang Pasuruan.
Steven Sinugroho disangkakan melanggar Pasal 8 ayat (1) huruf a, e, dan f juncto Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar. Polisi masih menyelidiki jaringan distribusi sianida ilegal ini dan akan menindak tegas semua pihak yang terlibat.
Penyelidikan ini menunjukkan pentingnya pengawasan ketat terhadap impor bahan kimia berbahaya dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan ekonomi yang membahayakan keselamatan masyarakat. Kasus ini juga menyoroti celah dalam sistem pengawasan izin impor yang perlu diperbaiki untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Langkah-langkah preventif dan penegakan hukum yang lebih efektif sangat diperlukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya bahan kimia berbahaya.