Potensi Besar Perdagangan Karbon untuk Ekonomi Indonesia
Wakil Ketua MPR, Eddy Soeparno, menilai perdagangan karbon punya potensi ekonomi besar bagi Indonesia dan mendorong pemerintah untuk segera menerapkannya dengan pengaturan pajak karbon yang tepat.
Wakil Ketua MPR, Eddy Soeparno, menyatakan perdagangan karbon berpotensi menjadi pilar ekonomi Indonesia. Pernyataan ini disampaikan Kamis lalu di Jakarta. Menurutnya, potensi ekonomi dari perdagangan karbon sangat besar dan bisa langsung diterapkan karena tidak memerlukan pembangunan infrastruktur seperti pabrik atau gedung.
Soeparno menekankan pentingnya pengaturan pajak karbon yang tepat. Pajak karbon harus mendorong pelaku usaha untuk lebih memilih membeli karbon kredit daripada membayar pajak karbon. Ia juga mengimbau pemerintah untuk tidak menunda implementasi pajak karbon.
Indonesia resmi bergabung dalam jaringan perdagangan karbon global. Transaksi perdagangan karbon internasional pertama dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin lalu. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurofiq, menjelaskan bahwa inisiatif ini mendukung target iklim Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Nationally Determined Contributions (NDC).
Pelaksanaan perdagangan karbon internasional ini akan dioptimalkan melalui Sistem Registri Nasional (SRN) serta pengembangan infrastruktur dan instrumen terkait. Beberapa proyek energi strategis akan terlibat, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro Gunung Wugul di Jawa Tengah (mengurangi 5.000 ton CO2e).
Proyek lainnya termasuk pengoperasian PLTGU Blok 4 Priok, pembangunan PLTGU Blok 3 PJB Muara Karang di Jakarta Utara, dan konversi pembangkit listrik siklus tunggal menjadi siklus gabungan di PLTGU Blok 2 Grati Jawa Timur. Proyek-proyek besar ini diperkirakan akan mengurangi emisi hingga 750.000 ton CO2e, berkontribusi signifikan pada dekarbonisasi sektor energi.
Dengan potensi besar yang ditawarkan, perdagangan karbon perlu dikelola secara optimal. Hal ini mencakup pengaturan pajak karbon yang efektif dan memastikan Sistem Registri Nasional (SRN) berjalan efisien untuk mencatat dan memverifikasi transaksi karbon. Kolaborasi antar kementerian dan lembaga terkait juga krusial untuk keberhasilan inisiatif ini.
Keberhasilan perdagangan karbon tidak hanya bergantung pada regulasi yang baik, tetapi juga pada partisipasi aktif dari sektor swasta. Insentif dan dukungan yang tepat dari pemerintah akan mendorong investasi dan partisipasi dalam skema perdagangan karbon, sehingga dapat memaksimalkan manfaat ekonomi dan lingkungan.
Kesimpulannya, perdagangan karbon memiliki potensi signifikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sekaligus mendukung komitmen negara dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Implementasi yang terencana dan kolaboratif antar pemangku kepentingan akan menjadi kunci kesuksesan inisiatif ini.