PSGA UIN Ar-Raniry: Perempuan Aceh Punya Potensi Kepemimpinan yang Besar
Koordinator PSGA UIN Ar-Raniry tegaskan perempuan mampu memimpin, dorong mahasiswa kenali sejarah kepemimpinan perempuan Aceh.

Banda Aceh, 8 Mei 2024 - Dr. Nashriyah, Koordinator Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, menegaskan bahwa perempuan di Aceh memiliki kemampuan yang besar untuk menjadi pemimpin. Pernyataan ini disampaikan di tengah kegiatan Upgrading dan Rapat Kerja (Raker) Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMP) Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Ar-Raniry. Meskipun perempuan mendominasi angka kelulusan perguruan tinggi, partisipasi mereka dalam posisi strategis masih sangat terbatas. Hal ini bukan karena kurangnya kapasitas, melainkan kurangnya kesempatan dan dukungan sistem yang inklusif.
Menurut Dr. Nashriyah, kepemimpinan perempuan menawarkan perspektif unik yang memperkaya pengambilan keputusan. Kehadiran perempuan dalam struktur kepemimpinan bukan hanya simbol representasi, tetapi juga upaya membangun organisasi yang adil dan berkelanjutan. Ia menekankan pentingnya memberikan ruang dan kesempatan yang setara bagi perempuan untuk mengembangkan potensi kepemimpinannya.
Lebih lanjut, Dr. Nashriyah mengajak mahasiswa untuk mempelajari sejarah kepemimpinan perempuan di Aceh. Sejarah Aceh kaya akan tokoh perempuan pemimpin yang kuat dan visioner, seperti Sultanah Safiatuddin Syah, Zaqiatuddin Inayat Syah, Laksamana Malahayati, dan Cut Nyak Dien. Para tokoh ini menjadi bukti nyata bahwa perempuan Aceh mampu memegang peranan penting dalam sejarah dan kepemimpinan.
Potensi Perempuan dan Tantangan Kepemimpinan
Meskipun memiliki potensi besar, perempuan masih menghadapi berbagai tantangan dalam mencapai posisi kepemimpinan. Dr. Nashriyah menyinggung beberapa tantangan tersebut, termasuk stereotip gender yang masih melekat di masyarakat. Stereotip ini seringkali membatasi kesempatan perempuan untuk berkembang dan berkontribusi. Selain itu, kurangnya akses terhadap mentor dan dukungan juga menjadi kendala bagi perempuan yang ingin berkarir di jalur kepemimpinan.
Sindrom imposter, yaitu kecenderungan perempuan untuk meragukan kemampuan diri sendiri, juga menjadi tantangan yang perlu diatasi. Sindrom ini dapat menghalangi perempuan untuk mengambil peran kepemimpinan, meskipun mereka sebenarnya memiliki kompetensi yang memadai. Oleh karena itu, penting bagi perempuan untuk membangun kepercayaan diri dan menyadari potensi yang mereka miliki.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Dr. Nashriyah mendorong terciptanya budaya organisasi yang inklusif dan mendukung. Lingkungan kerja yang saling mendukung dan terbuka terhadap peran kepemimpinan dari semua gender sangat penting untuk menciptakan kesetaraan dan kemajuan.
Membangun Kesetaraan dan Inklusifitas
Dr. Nashriyah menekankan pentingnya peran semua pihak, baik laki-laki maupun perempuan, dalam membangun budaya organisasi yang saling mendukung. Hal ini penting untuk menciptakan lingkungan yang setara dan inklusif, di mana perempuan dapat berpartisipasi penuh dalam kepemimpinan. Dengan demikian, potensi perempuan dapat tergali secara maksimal dan berkontribusi dalam pembangunan.
Ia berharap agar mahasiswa dapat menjadi agen perubahan dengan mendorong kesetaraan gender dan inklusifitas dalam berbagai bidang. Dengan mengenali potensi dan mengatasi tantangan yang dihadapi perempuan, diharapkan akan tercipta kepemimpinan yang lebih representatif dan berkelanjutan.
Lebih jauh, Dr. Nashriyah juga menyoroti pentingnya pembelajaran dari sejarah. Tokoh-tokoh perempuan Aceh yang telah menunjukkan kepemimpinan yang luar biasa dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk berani mengambil peran dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Dengan demikian, potensi perempuan Aceh dapat dimaksimalkan untuk kemajuan daerah dan negara.
Sebagai penutup, pernyataan Dr. Nashriyah ini menjadi pengingat pentingnya kesetaraan gender dan inklusifitas dalam kepemimpinan. Dengan memberikan kesempatan yang setara dan membangun budaya yang mendukung, perempuan di Aceh dapat berkontribusi lebih besar dalam berbagai bidang, membangun Aceh yang lebih maju dan berdaya saing.