REI NTB Desak Pemerintah Perbaiki Aturan Tata Ruang Cegah Alih Fungsi Lahan Pertanian
Asosiasi pengembang perumahan di NTB, REI, mendesak pemerintah memperbaiki aturan tata ruang untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian produktif yang terus terjadi, mengingat kebutuhan lahan perumahan jauh lebih sedikit dibandingkan total alih fungsi la
Mataram, 20 Januari 2024 - Realestat Indonesia (REI) Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta pemerintah pusat segera membenahi aturan tata ruang. Hal ini untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian produktif yang terus terjadi. Permintaan ini disampaikan Ketua REI NTB, Heri Susanto, dalam pernyataan resmi di Mataram.
Menurut Heri, pengembang perumahan di NTB selama ini telah mematuhi aturan perizinan yang berlaku, termasuk Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Namun, ketidakjelasan aturan tata ruang seringkali menghambat realisasi proyek. Ia menekankan bahwa masalah ini bukan hanya sekedar kendala bisnis, tetapi juga menyangkut isu nasional yang lebih besar.
Heri menjelaskan, alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman, perkantoran, atau pusat ekonomi sering terjadi karena celah dalam aturan tata ruang yang ada. Banyak lahan sawah masuk kategori yang bisa dialihkan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Kondisi ini dianggapnya sebagai masalah yang sudah berlangsung lama dan belum terselesaikan.
Ia mendesak Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk berkoordinasi dan menyelaraskan kebijakan tata ruang yang dinilai masih ambigu. "Masalah tata ruang sudah puluhan tahun abu-abu dan belum selesai hingga sekarang. Tugas pemerintah adalah memperbaiki aturan itu, bukan sekadar melempar ancaman," tegas Heri.
Lebih lanjut, Heri menjelaskan bahwa kebutuhan lahan untuk program pembangunan 3 juta rumah hanya sekitar 6.000 hektare per tahun, atau 30.000 hektare secara keseluruhan. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan total alih fungsi lahan nasional yang mencapai 600.000 hektare per tahun. Dengan demikian, kebutuhan lahan untuk program tersebut hanya sekitar 1 persen dari total alih fungsi lahan.
Di NTB sendiri, kebutuhan lahan untuk pembangunan rumah setiap tahunnya hanya sekitar 50-75 hektare. Angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan total alih fungsi lahan di NTB yang mencapai 10.000 hektare per tahun. Disparitas ini menunjukkan besarnya lahan pertanian yang beralih fungsi tanpa berkaitan langsung dengan kebutuhan perumahan.
REI NTB berharap pemerintah segera menyelesaikan masalah tata ruang. Tujuannya adalah untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian produktif yang tidak terkendali. Mereka meminta agar lahan sawah tidak lagi masuk dalam peta alih fungsi lahan yang ditetapkan pemerintah. Hal ini penting untuk menjaga ketahanan pangan nasional dan kelestarian lingkungan.