Rektor Unhas Dorong Pendanaan Berkelanjutan untuk Konservasi Laut
Rektor Unhas, Prof. Jamaluddin Jompa, menekankan pentingnya Sustainable Blue Finance (SBF) untuk pengelolaan kawasan konservasi laut Indonesia yang berkelanjutan, mencakup kerja sama dan pendanaan yang beragam untuk menjamin keberhasilan jangka panjang.
Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, MSc., baru-baru ini menyoroti pentingnya Sustainable Blue Finance (SBF) dalam mendukung pengelolaan kawasan konservasi laut di Indonesia. Beliau memaparkan konsep ini dalam sebuah workshop di Makassar pada Senin, 3 Juli 2023, yang membahas pendanaan berkelanjutan kawasan konservasi laut dalam proyek LAUTRA, sebuah proyek yang didanai oleh Bank Dunia melalui hibah ProBlue.
Konsep SBF, menurut Prof. Jompa, menggabungkan pelestarian ekosistem laut dengan pengelolaan ekonomi yang berkelanjutan. Ini sangat relevan dalam konteks Proyek LAUTRA, yang fokus utamanya adalah keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi laut. Beliau menekankan pentingnya lembaga yang kredibel dan dipercaya masyarakat untuk mengelola trust fund, mencontohkan Kapoposang di Sulawesi Selatan sebagai model pengelolaan yang baik.
Salah satu tantangan utama dalam pengelolaan kawasan konservasi laut adalah keterbatasan anggaran APBD. Prof. Jompa mengingatkan pentingnya evaluasi ekonomi untuk mengukur nilai kawasan konservasi dan potensi kerugian ekonomi jika pengelolaan tidak optimal. Kegagalan dalam pengelolaan dapat berakibat pada hilangnya sumber daya alam yang berharga.
Lebih lanjut, Prof. Jompa menekankan pentingnya perencanaan jangka panjang yang mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem dan mata pencaharian masyarakat pesisir. Perencanaan harus berbasis sains dan mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial agar manfaatnya dapat dirasakan secara merata oleh masyarakat.
Workshop tersebut juga membahas peran Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dalam mendukung pendanaan konservasi laut. Diskusi juga mencakup berbagai strategi pendanaan berkelanjutan, seperti yang dijelaskan oleh Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas, Moh. Rahmat Mulianda.
Menurut Moh. Rahmat Mulianda, pengembangan ekonomi biru di Indonesia telah tertuang dalam peta jalan 2023-2045. Targetnya adalah konservasi perairan seluas 97,5 juta hektare (30 persen dari total wilayah perairan) dan kontribusi sektor maritim sebesar 15 persen terhadap PDB nasional. Untuk mencapai tujuan ini, beragam mekanisme pendanaan akan dikerahkan, termasuk DAK, DID, ecological fiscal transfer, hibah bilateral dan multilateral, filantropi, obligasi biru (blue bonds), serta investasi swasta.
Tujuan utama dari berbagai strategi pendanaan ini adalah untuk memastikan pengelolaan kawasan konservasi laut yang efektif dan berkelanjutan, yang akan memberikan manfaat bagi ekosistem dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Proyek LAUTRA sendiri merupakan bagian dari upaya besar untuk mencapai keberlanjutan ekosistem laut Indonesia, dengan fokus tidak hanya pada konservasi, tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan.