Revisi UU Penanggulangan Bencana: DPR RI Dorong Koordinasi yang Lebih Efektif
DPR RI menilai revisi UU Penanggulangan Bencana penting untuk memperjelas koordinasi dalam pencegahan dan penanganan bencana, khususnya antara BNPB dan BPBD.

Banjir di Sumatera Utara baru-baru ini menjadi sorotan penting terkait perlunya revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menekankan urgensi revisi ini untuk memperjelas koordinasi antara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kementerian/lembaga terkait, dan pemerintah daerah (pemda) dalam upaya pencegahan dan penanganan bencana. Peristiwa banjir tersebut, yang mengakibatkan dampak beruntun dari hulu ke hilir, menjadi bukti nyata kurangnya mitigasi bencana yang terencana dan terkoordinasi.
Menurut Marwan Dasopang, revisi UU ini akan memberikan pemerintah pusat, khususnya BNPB, kendali yang lebih jelas dalam mengoordinasikan penanggulangan bencana. Hal ini termasuk melibatkan kementerian/lembaga terkait dalam aspek pencegahan. "Jika revisi dilakukan, pemerintah pusat seperti BNPB akan memiliki kendali yang lebih jelas dalam mengoordinasikan penanggulangan bencana, termasuk melibatkan kementerian/lembaga terkait aspek pencegahan," ujarnya seusai Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2025 di Jakarta.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa peristiwa banjir di Sumatera Utara menunjukkan betapa pentingnya koordinasi yang efektif. "Hal ini menunjukkan kurangnya mitigasi bencana yang terencana, padahal secara logis air dari hulu pasti mengalir ke hilir. Kan ini konyol semestinya BPBD bisa cepat mengatasinya," kata Marwan Dasopang. Kejadian ini menggarisbawahi perlunya sistem yang lebih terintegrasi dan responsif dalam menghadapi bencana.
Koordinasi BNPB dan BPBD: Tantangan dan Solusi
Salah satu poin penting yang disoroti oleh Komisi VIII DPR RI adalah kurangnya kejelasan hubungan komando antara BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Banyak BPBD yang masih tergabung dalam dinas lain di tingkat kabupaten/kota, sehingga respons terhadap bencana seringkali kurang optimal. Hal ini berdampak pada keterbatasan personel, peralatan, dan anggaran.
Akibatnya, penanganan bencana menjadi parsial dan kurang efektif. "Jadi penanganan bencana bersifat parsial dan kurang efektif saat ini. Akibatnya, miliaran rupiah harus ditanggung negara dan masyarakat akibat bencana yang seharusnya bisa diminimalkan dampaknya," ungkap Marwan Dasopang. Revisi UU diharapkan dapat mengatasi permasalahan ini dan meningkatkan efisiensi dalam penanggulangan bencana.
Meskipun revisi UU akan memperkuat koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, Marwan Dasopang menegaskan bahwa kewenangan menunjuk Kepala BPBD tetap berada di tangan bupati atau wali kota. Namun, diperlukan payung hukum yang lebih kuat untuk mendukung sinergi dan kerja sama yang efektif antara kedua pihak.
Efek Jera bagi Pelaku Perusakan Lingkungan
Revisi UU Penanggulangan Bencana juga akan mencakup ketentuan yang memberikan efek jera bagi individu atau kelompok yang memperburuk dampak bencana. Hal ini meliputi tindakan membuang sampah sembarangan, buruknya tata kelola persampahan, dan deforestasi ilegal yang mengurangi daerah resapan air.
Marwan Dasopang menjelaskan, "Jika bencana terjadi akibat ulah manusia, maka mereka yang bertanggung jawab harus ikut menanggung dampaknya. Kami ingin ada aturan yang jelas agar mereka juga bertanggung jawab dalam pemulihan pasca-bencana. Bagaimana mekanismenya? itu yang akan kami bahas lebih lanjut." Ketentuan ini diharapkan dapat mencegah terjadinya bencana akibat ulah manusia dan mendorong tanggung jawab bersama dalam menjaga lingkungan.
Saat ini, Komisi VIII DPR RI tengah fokus pada revisi UU Haji dan keuangan Haji. Namun, revisi UU Penanggulangan Bencana tetap menjadi agenda penting yang akan dibahas setelahnya. Revisi ini diharapkan dapat menciptakan sistem penanggulangan bencana yang lebih efektif, terkoordinasi, dan berkelanjutan.
Dengan adanya revisi UU ini, diharapkan Indonesia dapat lebih siap menghadapi bencana alam dan meminimalisir dampaknya terhadap masyarakat. Koordinasi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku perusakan lingkungan, akan menjadi kunci dalam penanggulangan bencana yang efektif dan berkelanjutan.