Rupiah Menguat: Penundaan Tarif Perdagangan AS Picu Penguatan Kurs
Penundaan kebijakan tarif perdagangan AS terhadap Kanada dan Meksiko membuat nilai tukar rupiah menguat signifikan pada penutupan perdagangan Selasa, 4 Februari, didorong sentimen positif dan kinerja PMI manufaktur Indonesia yang solid.
Nilai tukar rupiah berhasil menguat signifikan pada penutupan perdagangan Selasa, 4 Februari. Penguatan kurs mencapai 97 poin atau 0,59 persen, menutup perdagangan di angka Rp16.351 per dolar AS, dibandingkan Rp16.448 per dolar AS pada perdagangan sebelumnya. Kenaikan ini juga terlihat pada Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, yang menguat ke Rp16.365 per dolar AS dari Rp16.453 per dolar AS.
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa penguatan rupiah ini terutama disebabkan penundaan rencana Presiden AS Donald Trump untuk memberlakukan tarif perdagangan baru terhadap Kanada dan Meksiko. Penundaan ini, memberikan ruang perbaikan pada sentimen pasar dan berkontribusi pada pelemahan dolar AS.
Kesepakatan antara Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dan Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum untuk memperkuat penegakan hukum perbatasan menjadi faktor kunci penundaan tersebut. Langkah ini merupakan respon atas desakan Trump untuk mengatasi isu imigrasi ilegal dan penyelundupan narkoba. Akibatnya, rencana penerapan tarif 25 persen ditunda selama 30 hari.
Meskipun demikian, Ibrahim mengingatkan bahwa penguatan mata uang regional masih terbatas. Hal ini dikarenakan tarif 10 persen yang dibebankan Trump terhadap barang-barang Tiongkok tetap berlaku. Presiden Trump dikabarkan akan segera berdiskusi dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping terkait hal ini.
Selain faktor eksternal, kondisi domestik juga memberikan kontribusi positif terhadap penguatan rupiah. Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia Januari 2025 menunjukan kinerja yang solid dengan angka 51,9. Angka ini meningkat 1,37 persen dari bulan Desember 2024 (51,2). Peningkatan ini didorong oleh pertumbuhan produksi dan permintaan baik dari pasar domestik maupun internasional.
Ibrahim menilai, "Kenaikan PMI manufaktur ini menjadi sinyal positif mengawali tahun 2025. Perkembangan sektor manufaktur pada Januari 2025 mencerminkan ekspansi aktivitas konsumsi dan dunia usaha yang konsisten sejak akhir tahun lalu."
Secara keseluruhan, penguatan rupiah kali ini merupakan dampak positif dari kombinasi faktor eksternal, berupa penundaan kebijakan tarif perdagangan AS, dan faktor internal, yakni kinerja positif PMI manufaktur Indonesia. Kondisi ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia yang cukup baik.