Satpol PP Bali Bongkar Pembatas Laut KEK Kura-kura: Akses Nelayan Kembali Terbuka
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bali membongkar pelampung pembatas laut di KEK Kura-kura Bali setelah mendapat keluhan dari nelayan yang terhambat aksesnya, mengembalikan jalur laut tradisional bagi masyarakat.

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bali, pada Senin, 3 Juli 2023, membongkar pelampung pembatas laut yang dipasang oleh pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-kura Bali, PT Bali Turtle Island Development (BTID). Pembongkaran ini dilakukan setelah adanya protes dari nelayan Desa Adat Serangan yang merasa akses laut mereka terhambat. Aksi ini merupakan respons atas viralnya berita dan instruksi Gubernur Bali.
Selama lebih dari sebulan, nelayan Desa Adat Serangan mengeluhkan pembatas laut tersebut. Pelampung yang membatasi akses laut membuat nelayan terpaksa memutar jalur, menghabiskan lebih banyak waktu dan biaya melaut. Keluhan ini kemudian sampai ke telinga anggota dewan dan eksekutif, yang akhirnya mendorong Pemprov Bali untuk turun tangan menyelesaikan masalah.
Kepala Satpol PP Bali, I Dewa Nyoman Rai Dharmadidi, menyatakan bahwa PT BTID akhirnya menyetujui pembongkaran setelah negosiasi. Setelah pelampung dicabut, nelayan dapat kembali menggunakan jalur laut tersebut. "Sesuai berita viral dan petunjuk pak gubernur supaya hari ini dibongkar, dari PT BTID sendiri hari ini akhirnya menyepakati dibongkar," ujar Dharmadidi.
Pembatas Laut Dibuka, Akses Nelayan Kembali Normal
Dengan dibongkarnya pelampung pembatas, akses nelayan ke laut kembali normal. Hal ini disambut baik oleh nelayan setempat yang selama ini kesulitan melaut akibat pembatas tersebut. Pemprov Bali menegaskan bahwa investor tidak berhak membatasi akses nelayan yang mencari nafkah di jalur tersebut. Ketegasan ini terlihat dari proses pembongkaran yang dilakukan langsung oleh Satpol PP Bali.
Kepala Satpol PP Bali menjelaskan bahwa kesepakatan dengan PT BTID, yang salah satu pemimpinnya adalah Tantowi Yahya, adalah untuk mengganti pembatas dengan tanda peringatan. Tanda peringatan ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat akan kedalaman laut di area tersebut, yang mencapai 8 meter. Namun, pembatasan akses laut oleh pelampung tidak diizinkan.
Dharmadidi menambahkan bahwa seharusnya yang dilakukan adalah memberi peringatan akan bahaya di area tersebut, bukan membatasi akses. "Diganti dengan bentuk peringatan ke masyarakat berupa pelampung-pelampung penanda supaya hati-hati karena di area sana cukup dalam 8 meter, tapi ya bukan berarti harus dipasangi pelampung pembatas," jelasnya. Ia juga menekankan pentingnya tidak mengecewakan masyarakat dan berharap masyarakat memahami situasi ini.
Dukungan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Bali
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Bali, Putu Sumardiana, turut hadir dalam pembongkaran tersebut. Ia mengakui bahwa negosiasi awalnya cukup alot, namun Pemprov Bali tetap bersikukuh agar pembatas laut dibongkar. "Kami tegas, ini salah satu yang menghambat akses nelayan, mau tidak mau dicabut dan jam 2 tadi kami bergerak memutus pelampung sehingga harapan ke depan askes nelayan kecil sudah bisa," tegas Sumardiana.
Sumardiana memastikan bahwa dengan pembongkaran ini, nelayan kecil dapat kembali menggunakan jalur laut tersebut untuk mencari nafkah. Di sisi lain, KEK Kura-kura Bali tetap dapat melanjutkan aktivitasnya di daratan, sesuai dengan izin yang telah diberikan. Pemprov Bali memastikan keseimbangan antara aktivitas ekonomi dan hak nelayan tetap terjaga.
Pembongkaran pelampung pembatas laut di KEK Kura-kura Bali menjadi contoh bagaimana pemerintah daerah dapat merespons keluhan masyarakat dan memastikan akses nelayan tetap terjaga. Ketegasan Pemprov Bali dalam menyelesaikan masalah ini diharapkan dapat menjadi preseden baik bagi pengembangan kawasan ekonomi khusus lainnya di Bali dan Indonesia.