Sidang Perdana Empat Terdakwa Penyelundupan Rohingya di Aceh Selatan
Empat terdakwa penyelundupan imigran Rohingya menjalani sidang perdana di Aceh Selatan, didakwa dengan pasal berlapis terkait pelanggaran keimigrasian dan pelayaran.

Pengadilan Negeri Tapaktuan, Aceh Selatan, menjadi saksi bisu sidang perdana empat terdakwa kasus penyelundupan imigran Rohingya pada Selasa, 6 Mei 2025. Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Daniel Saputra dan dua hakim anggota, Andrian Ade Pratama dan Rusydy Sobry, ini menandai langkah awal proses hukum terhadap Faisal, Ruslan, Abizar, dan Ilhamdi. Keempat terdakwa, yang hadir tanpa pengacara, didakwa atas penyelundupan puluhan imigran Rohingya dari Bangladesh ke Indonesia melalui jalur laut.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Widi Utomo dari Kejaksaan Negeri Aceh Selatan, dalam dakwaannya, merinci dua aksi penyelundupan yang melibatkan para terdakwa. Pada September 2024, mereka menjemput 94 imigran Rohingya di Laut Andaman, membawa mereka ke Aceh Selatan, dan kemudian meneruskan perjalanan darat menuju Pekanbaru, Riau, menggunakan truk. Aksi serupa terulang pada Oktober 2024, di mana mereka mencoba menyelundupkan 170 imigran Rohingya dari perairan Pulau Weh, Sabang, menuju Malaysia. Namun, masalah mesin kapal memaksa mereka mendarat di Labuhanhaji, Aceh Selatan, dengan hanya 50 imigran yang berhasil diturunkan dan diangkut ke Pekanbaru, sementara sisanya terombang-ambing di laut selama seminggu sebelum akhirnya dievakuasi.
Kasus ini menyoroti betapa besarnya risiko yang dihadapi para imigran Rohingya dalam upaya mereka mencari perlindungan dan kehidupan yang lebih baik. Perjalanan laut yang berbahaya dan praktik penyelundupan manusia yang kejam menjadi gambaran nyata dari situasi yang mereka hadapi. Sidang ini diharapkan dapat mengungkap jaringan penyelundupan dan memberikan keadilan bagi para korban sekaligus memberikan efek jera bagi para pelaku.
Dakwaan Berlapis terhadap Para Terdakwa
Dakwaan yang dilayangkan JPU terhadap para terdakwa terdiri dari pasal-pasal berlapis, mencerminkan kompleksitas kejahatan yang dilakukan. Ruslan didakwa melanggar Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (pelanggaran keimigrasian), Pasal 323 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (pelanggaran pelayaran), dan Pasal 3 jo. Pasal 2 ayat (1) huruf f UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (pencucian uang).
Faisal menghadapi dakwaan serupa, namun dengan pasal 56 ke-1 KUHP menggantikan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara itu, Abizar dan Ilhamdi didakwa berdasarkan Pasal 120 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 3 jo. Pasal 2 ayat (1) huruf f UU No. 8 Tahun 2010 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan Pasal 323 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2008. Ketiga pasal tersebut mencakup pelanggaran keimigrasian, pencucian uang, dan pelanggaran pelayaran.
Para terdakwa menyatakan tidak keberatan terhadap dakwaan yang dibacakan. Hal ini mempercepat proses persidangan yang akan berlanjut dengan pemeriksaan saksi-saksi pada Rabu, 14 Mei 2025.
Proses Hukum dan Harapan Ke depan
Sidang perdana ini menjadi langkah penting dalam proses hukum kasus penyelundupan imigran Rohingya. Pemeriksaan saksi-saksi pada persidangan selanjutnya akan menjadi kunci untuk mengungkap fakta-fakta dan detail kejahatan yang dilakukan oleh para terdakwa. Proses hukum yang adil dan transparan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi para korban dan memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan serupa di masa mendatang.
Kasus ini juga menyoroti perlunya upaya pencegahan penyelundupan manusia secara lebih efektif. Kerjasama antar negara dan peningkatan pengawasan di perairan internasional sangat penting untuk melindungi para imigran yang rentan dan mencegah tragedi serupa terjadi kembali. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih peduli dan bertindak tegas terhadap kejahatan penyelundupan manusia.
Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Publik menantikan hasil akhir dari persidangan ini dan berharap agar kasus ini dapat menjadi momentum untuk meningkatkan perlindungan bagi para imigran dan penegakan hukum yang lebih efektif dalam memberantas kejahatan penyelundupan manusia.