Singapura Beri Insentif untuk Keluarga Besar, Upaya Cegah Penurunan Angka Kelahiran
Menurunnya angka kelahiran di Singapura mendorong pemerintah memberikan insentif bagi keluarga dengan lebih dari dua anak, sementara Indonesia fokus pada pengendalian penduduk lewat alat kontrasepsi.

Jakarta, 18 Maret 2024 - Menteri Sosial dan Pembangunan Keluarga Singapura, Masagos Zulkifli, baru-baru ini mengunjungi Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN di Jakarta. Kunjungan tersebut bertujuan untuk berbagi praktik baik dalam menjaga angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR). Masagos mengungkapkan bahwa penurunan angka kelahiran di Singapura menjadi perhatian serius, dengan angka TFR pada tahun 2023 mencapai 0,97, jauh di bawah angka ideal 2,1. Salah satu strategi yang diterapkan Singapura adalah memberikan insentif finansial bagi keluarga yang memiliki lebih dari dua anak.
Masagos menjelaskan, "Kami telah memberikan insentif baru untuk keluarga besar. Bagi mereka yang mempunyai anak ketiga, sekarang ini setiap anak akan dapat 1.000 dolar per tahun (untuk anak ketiga), selama enam tahun. Ini adalah upaya Pemerintah Singapura untuk membuktikan bahwa kita mendukung keluarga besar." Ia juga menekankan bahwa penurunan TFR merupakan tantangan global yang umum terjadi di negara-negara maju dengan tingkat pendidikan dan ekonomi tinggi. "Begitu menjadi negara maju, masyarakat itu cenderung hidup lebih mewah, ini berlaku secara merata dunia dan sangat susah untuk ditangani, tetapi bisa dilambatkan," ujarnya.
Kunjungan ini juga menjadi wadah untuk kerja sama antar pemerintah dalam mengatasi tantangan demografi. Kedua negara sepakat untuk saling bertukar pengetahuan dan pengalaman melalui studi banding dan kajian kebijakan guna mewujudkan keluarga sejahtera. Kerja sama ini diharapkan dapat memberikan solusi inovatif dalam menghadapi tantangan penurunan angka kelahiran.
Solusi Singapura dan Strategi Indonesia
Pemerintah Singapura menyadari pentingnya intervensi untuk meningkatkan angka kelahiran. Insentif finansial sebesar 1.000 dolar Singapura per tahun untuk setiap anak ketiga selama enam tahun merupakan salah satu upaya konkret yang dilakukan. Langkah ini diharapkan dapat mendorong pasangan untuk memiliki lebih banyak anak dan mendukung keluarga besar.
Di sisi lain, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Indonesia, Wihaji, menekankan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi sebagai strategi utama dalam pengendalian penduduk. "70,72 persen penduduk Indonesia saat ini dalam usia produktif. Untuk mengendalikan penduduk, salah satu cara ya melalui alat kontrasepsi," kata Wihaji. Perbedaan pendekatan ini mencerminkan konteks demografis dan kebijakan masing-masing negara.
Selain itu, Wihaji juga menyoroti potensi kerja sama lain dengan Singapura, termasuk pengembangan kapasitas tenaga layanan, peningkatan kualitas gizi masyarakat, pengembangan kewirausahaan sosial bagi pemuda, dan praktik baik tata kelola urbanisasi. Kerja sama yang komprehensif ini diharapkan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi kedua negara.
Program Quick Wins Kemendukbangga/BKKBN
Kemendukbangga/BKKBN juga memaparkan lima program unggulan atau quick wins yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga di Indonesia. Program-program tersebut antara lain:
- Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting): Program ini bertujuan untuk mencegah stunting melalui dukungan dari orang tua asuh.
- Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya): Penyediaan tempat penitipan anak unggulan untuk mendukung keluarga yang bekerja.
- Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI): Program ini mendorong peran aktif ayah dalam keluarga.
- Aplikasi Super Berbasis AI: Aplikasi ini menyediakan layanan konsultasi keluarga berbasis kecerdasan buatan.
- Lansia Berdaya: Layanan berbasis komunitas untuk lansia yang membutuhkan dukungan.
Kelima program ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan mengatasi berbagai tantangan sosial di Indonesia. Kerja sama dengan Singapura diharapkan dapat memperkaya strategi dan implementasi program-program tersebut.
Kesimpulannya, tantangan penurunan angka kelahiran menjadi perhatian serius bagi banyak negara. Singapura dan Indonesia, dengan pendekatan yang berbeda, menunjukkan komitmen untuk mengatasi masalah ini melalui berbagai strategi dan kerja sama bilateral. Pertukaran pengetahuan dan pengalaman diharapkan dapat menghasilkan solusi yang efektif dan berkelanjutan.