SPKS Tolak Kenaikan Pungutan Ekspor Sawit: Minta Dana Lebih Banyak untuk Petani
Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menolak kenaikan pungutan ekspor sawit dan meminta agar dana tersebut lebih banyak digunakan untuk membantu kesejahteraan petani sawit, bukan subsidi biodiesel.

Jakarta, 17 Mei 2025 - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menyatakan penolakan terhadap kenaikan pungutan ekspor sawit yang telah resmi berlaku pada 17 Mei 2025. Kenaikan ini, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 30/2025, menaikkan pungutan ekspor produk sawit dan turunannya menjadi 10 persen dari sebelumnya 7,5 persen. SPKS khawatir kebijakan ini justru akan merugikan petani sawit, bukannya meningkatkan kesejahteraan mereka. Ketua Umum SPKS, Sabarudin, mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait dampak kebijakan ini terhadap harga jual tandan buah segar (TBS).
Sabarudin menjelaskan bahwa kenaikan pungutan ekspor sawit sebelumnya pada bulan Januari 2025 telah berdampak langsung pada penurunan harga TBS. Ia memprediksi kenaikan pungutan ekspor kali ini akan menyebabkan penurunan harga TBS sekitar Rp500 per kg. "Harapannya dari pungutan tidak terlalu tinggi menekan petani sawit. Kalau harga yang didapat petani sawit rendah, maka akan berdampak pada pengelolaan kebun dan juga pendapatan dan kesejahteraan petani sawit," ujar Sabarudin dalam keterangan resminya.
SPKS menekankan pentingnya penggunaan dana pungutan ekspor sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk peningkatan kesejahteraan petani. Mereka mendesak agar dana tersebut dialokasikan untuk mendukung sarana dan prasarana perkebunan sawit milik petani, seperti perbaikan jalan kebun dan penyediaan pupuk. Selain itu, dana tersebut juga dinilai penting untuk mendukung sertifikasi sawit berkelanjutan ISPO, sesuai amanat Pasal 16 Perpres Nomor 16 Tahun 2025.
Dana Pungutan Sawit: Lebih Banyak untuk Petani, Bukan Biodiesel
SPKS menilai bahwa selama ini, sebagian besar dana pungutan ekspor sawit justru dialokasikan untuk subsidi perusahaan-perusahaan yang memproduksi biodiesel. Hal ini dinilai merugikan petani sawit karena tidak berdampak langsung pada peningkatan pendapatan mereka. Sabarudin menegaskan, "Kita minta agar perusahaan-perusahaan yang mendapatkan subsidi biodiesel ini diwajibkan oleh pemerintah bermitra dengan petani sawit, kalau ada kemitraan dengan petani maka akan berkontribusi pada kenaikan harga TBS yang selama ini jualnya petani lewat tengkulak."
SPKS mengusulkan agar kemitraan antara perusahaan dan kelompok tani dijadikan sebagai alat verifikasi bagi perusahaan-perusahaan penerima subsidi biodiesel. Dengan demikian, pemberian subsidi dapat dipertanggungjawabkan dan dipastikan memberikan dampak positif bagi petani sawit. SPKS berharap pemerintah dapat mempertimbangkan usulan ini dan merevisi alokasi dana pungutan ekspor sawit agar lebih berpihak kepada petani.
SPKS juga menyoroti potensi kerugian petani akibat penurunan harga TBS yang diprediksi akan terjadi pasca kenaikan pungutan ekspor. Mereka mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi petani sawit dari dampak negatif kebijakan ini. Hal ini penting untuk menjaga keberlanjutan industri sawit dan kesejahteraan petani sawit di Indonesia.
Ancaman Penurunan Harga TBS dan Kerugian Petani
Kekhawatiran SPKS terhadap penurunan harga TBS pasca kenaikan pungutan ekspor bukanlah tanpa dasar. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa kenaikan pungutan ekspor seringkali diiringi dengan penurunan harga TBS. Hal ini tentu akan sangat merugikan petani sawit yang sudah berjuang keras untuk merawat dan mengelola kebun mereka.
Oleh karena itu, SPKS mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi secara berkala terhadap dampak kebijakan pungutan ekspor sawit terhadap harga TBS. Transparansi dalam pengelolaan dana pungutan ekspor juga sangat penting untuk memastikan bahwa dana tersebut benar-benar digunakan untuk kepentingan petani sawit.
SPKS berharap pemerintah dapat lebih memperhatikan aspirasi petani sawit dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melindungi mereka dari dampak negatif kebijakan ekonomi. Kenaikan pungutan ekspor seharusnya berdampak positif bagi seluruh stakeholders, termasuk petani sawit, bukan hanya menguntungkan segelintir pihak.
Dengan demikian, SPKS berharap pemerintah dapat meninjau kembali kebijakan kenaikan pungutan ekspor sawit dan mengalokasikan dana tersebut secara lebih adil dan berpihak kepada petani sawit.