Tahukah Anda? Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia, Masyarakat Mendesak Aksi Konkret Lawan TPPO
Bertepatan dengan Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia, masyarakat sipil kembali mendesak pemerintah untuk serius memberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan menjamin hak korban.

Bertepatan dengan peringatan Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia, koalisi organisasi masyarakat sipil kembali menyuarakan desakan. Mereka meminta pemerintah Indonesia mengambil langkah konkret dalam memberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Aksi damai ini digelar di area Car Free Day (CFD) Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, pada hari Minggu. Ini merupakan kelanjutan dari protes sebelumnya pada 1 Agustus lalu, yang bertepatan dengan Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) bersama Greenpeace Indonesia dan Sumatera Environmental Initiative (SMI) memimpin desakan ini. Mereka menyoroti masih banyaknya kasus TPPO yang belum tertangani secara adil, termasuk hak restitusi korban.
Desakan Penanganan Kasus dan Hak Korban TPPO
Dalam pernyataan sikap bersama, koalisi masyarakat sipil menegaskan bahwa situasi darurat TPPO masih terus terjadi di Indonesia. Hal ini menunjukkan perlunya perbaikan signifikan dari pemerintah, terutama aparat penegak hukum, dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus.
Salah satu sorotan utama adalah masalah eksekusi hak restitusi bagi korban. Lebih dari Rp5,6 miliar hak restitusi yang telah diputus pengadilan belum juga dieksekusi oleh Kejaksaan Agung, menimbulkan kerugian besar bagi para korban.
Selain itu, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat adanya 25 laporan polisi dan aduan masyarakat terkait kasus perdagangan orang terhadap buruh migran. Laporan-laporan ini, yang berasal dari periode 2014 hingga 2025, belum menunjukkan perkembangan berarti dalam penanganannya.
Evaluasi Gugus Tugas dan Perlindungan Pembela HAM
Melihat kondisi ini, koalisi organisasi masyarakat sipil mendesak Presiden RI Prabowo Subianto untuk segera mengevaluasi peran dan fungsi gugus tugas TPPO. Gugus tugas ini dimandatkan melalui Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2023.
Mereka juga menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil untuk terus mendorong pemerintah. Tujuannya adalah menyempurnakan kinerja dalam memberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang melalui aksi solidaritas yang berkelanjutan.
Aksi solidaritas ini rencananya akan berlanjut dalam peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia dan Hari Buruh Migran Sedunia pada bulan Desember mendatang. Hal ini menunjukkan komitmen jangka panjang dalam perjuangan melawan TPPO.
Koalisi juga mendesak adanya jaminan perlindungan bagi para pembela HAM, termasuk hak buruh migran dalam kerja-kerja advokasi. Mereka menuntut penolakan terhadap gugatan dengan niat pembungkaman atau SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation).
Sorotan Kekerasan Aparat dalam Aksi Damai
Peserta aksi turut menyampaikan kekecewaan mendalam atas tindakan aparat keamanan dalam aksi sebelumnya. Insiden ini terjadi di Kementerian Perhubungan dan Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan pada 1 Agustus lalu.
Koalisi organisasi masyarakat menyebutkan bahwa para peserta aksi, termasuk penyintas perdagangan orang perempuan, mengalami kekerasan verbal dan fisik. Kekerasan ini terjadi saat aparat keamanan membubarkan aksi damai tersebut.
Menanggapi insiden ini, mereka mendesak Kapolri sebagai Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO untuk menindak personel yang terlibat. Tindakan tegas diminta sesuai dengan kode etik kepolisian.
Selain itu, Komnas HAM dan Komnas Perempuan diminta mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap peserta aksi. Kompolnas juga didesak untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perilaku personel kepolisian dalam pengamanan unjuk rasa masyarakat sipil.