Tahukah Anda? KLH Segel Kebun Sawit dan Pabrik di Riau, 5 Perusahaan Terkena Sanksi Akibat Karhutla
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tegas menyegel kebun sawit dan pabrik di Riau. Langkah ini diambil setelah deteksi hotspot dan pencemaran udara. Apa implikasinya dari penyegelan kebun sawit ini?

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengambil langkah serius dalam menindaklanjuti kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau. Pada 26 Juli, KLH secara resmi menyegel empat perusahaan kebun sawit serta satu pabrik kelapa sawit di wilayah tersebut. Tindakan ini merupakan respons atas temuan titik panas dan indikasi pencemaran lingkungan yang serius.
Penyegelan ini dilakukan setelah tim KLH mendeteksi sejumlah titik panas (hotspot) di area konsesi enam perusahaan sejak Januari hingga Juli 2025. Selain itu, satu pabrik kelapa sawit juga terbukti menyebabkan pencemaran udara. Keputusan ini menegaskan komitmen pemerintah dalam penegakan hukum lingkungan.
Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH, Rizal Irawan, menyatakan bahwa setiap pemegang izin wajib memastikan lahannya tidak terbakar. Ia menekankan bahwa mitigasi karhutla adalah kewajiban yang melekat pada setiap konsesi. KLH tidak akan menoleransi kelalaian dalam pencegahan bencana lingkungan ini.
Detail Perusahaan yang Disegel KLH
Berdasarkan hasil pengawasan ketat yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, total lima entitas usaha di Riau telah dikenai sanksi tegas. Empat di antaranya merupakan pemegang izin konsesi kebun sawit dan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH). Mereka adalah PT Adei Crumb Rubber, PT Multi Gambut Industri, PT Tunggal Mitra Plantation, dan PT Sumatera Riang Lestari.
PT Adei Crumb Rubber dan PT Multi Gambut Industri masing-masing ditemukan memiliki 5 hotspot dengan tingkat kepercayaan sedang. Sementara itu, PT Tunggal Mitra Plantation terdeteksi dengan 2 hotspot, dan PT Sumatera Riang Lestari menjadi yang terbanyak dengan 13 hotspot. Seluruh temuan ini mengindikasikan adanya kelalaian dalam pengelolaan lahan yang berpotensi memicu karhutla.
Selain perusahaan perkebunan, PT Jatim Jaya Perkasa yang mengoperasikan pabrik kelapa sawit juga tidak luput dari tindakan KLH. Pabrik ini terpantau memiliki 1 hotspot dengan tingkat kepercayaan tinggi. Verifikasi lapangan lebih lanjut menunjukkan bahwa cerobong pabrik mengeluarkan emisi yang mencemari udara di sekitar Kabupaten Rokan Hilir, yang berakibat pada penghentian operasional.
Penegakan Hukum dan Sanksi Tegas Terhadap Pelaku
Rizal Irawan menegaskan bahwa KLH akan menggunakan seluruh instrumen penegakan hukum yang tersedia untuk memastikan pertanggungjawaban. Ini mencakup sanksi pidana, perdata, dan administrasi. Langkah ini diambil untuk memastikan tidak ada pembiaran terhadap pihak-pihak yang lalai atau sengaja membakar lahan.
Dari enam perusahaan yang diawasi, empat lokasi konsesi kebun sawit dan PBPH telah dikenakan sanksi administratif dan disegel. Sementara itu, satu pabrik sawit dikenakan sanksi administratif dan penghentian kegiatan operasional. Proses pengawasan dan pengumpulan bukti tambahan masih terus berlangsung guna mendukung langkah penegakan hukum selanjutnya.
KLH berkomitmen untuk melakukan proses hukum secara tegas dan transparan. Siapa pun yang terbukti melanggar akan menghadapi konsekuensi hukum yang setimpal. Hal ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan meningkatkan kesadaran korporasi akan tanggung jawab lingkungan mereka.
Pentingnya Mitigasi dan Pencegahan Karhutla
Direktur Pengaduan dan Pengawasan KLH, Ardyanto Nugroho, mengingatkan seluruh pelaku usaha untuk memperkuat sistem pengawasan dan pencegahan karhutla. Peringatan ini sangat relevan mengingat puncak musim kemarau yang semakin mendekat. Upaya mitigasi harus ditingkatkan secara konsisten.
Contoh upaya mitigasi yang ditekankan meliputi pembangunan sekat kanal, penyediaan embung air, serta patroli terpadu. Inisiatif-inisiatif ini krusial untuk meminimalkan risiko kebakaran dan dampaknya. Korporasi diharapkan tidak abai terhadap tanggung jawabnya dalam menjaga kelestarian lingkungan.
KLH menegaskan tidak akan menolerir kebakaran lahan yang disebabkan oleh kelalaian korporasi. Penegakan hukum yang tegas akan terus dilakukan. Hal ini bertujuan agar perusahaan benar-benar menjalankan kewajibannya dalam mencegah karhutla di wilayah operasional masing-masing. Ini juga bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga ekosistem gambut dan hutan.