Tarif Air PAM Jaya Naik: Lebih Murah dari Air Jeriken, Tapi Kontroversi di Apartemen?
Tarif air PAM Jaya naik, diklaim lebih murah dari air kemasan, namun menuai polemik karena kenaikan signifikan bagi penghuni apartemen.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Andri Santosa, pada Selasa, 04 Maret 2024, menyatakan tarif air PAM Jaya tetap lebih murah daripada membeli air kemasan, meskipun baru-baru ini mengalami penyesuaian. Penyesuaian tarif ini dilakukan setelah 17 tahun tanpa perubahan, dan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan menunjang target cakupan layanan air minum 100 persen pada 2030. Kenaikan tarif ini, yang berlaku mulai Januari 2025 dan tertera di tagihan Februari 2025, berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 730 Tahun 2024. Namun, kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra, terutama di kalangan penghuni apartemen yang merasakan kenaikan hingga 71,3 persen.
Pernyataan Andri Santosa menekankan bahwa PAM Jaya, sebagai BUMD DKI Jakarta, perlu menyeimbangkan aspek bisnis dengan pelayanan publik. Meskipun ada penyesuaian tarif, pihaknya tetap mendorong peningkatan kualitas pelayanan PAM Jaya. Hal ini penting mengingat selama 17 tahun terakhir, tarif air PAM Jaya tidak mengalami perubahan, sementara biaya operasional terus meningkat.
Direktur Utama PAM Jaya, Arief Nasrudin, menjelaskan bahwa penyesuaian tarif telah dipertimbangkan matang, mengingat biaya penyediaan air minum yang terus meningkat. Ia juga menekankan bahwa jika pelanggan rumah tangga menggunakan air secara bijak, sesuai standar Kemendagri 10 meter kubik per bulan, maka tidak akan merasakan perubahan tarif yang signifikan.
Tarif Baru PAM Jaya dan Kontroversinya
Penyesuaian tarif air PAM Jaya yang baru telah menimbulkan reaksi beragam dari masyarakat. Meskipun diklaim lebih murah dibandingkan membeli air kemasan, kenaikan tarif yang signifikan, terutama bagi penghuni apartemen dan rumah susun, menjadi sorotan utama. Kenaikan hingga 71,3 persen dirasakan oleh sebagian besar penghuni apartemen.
Hal ini disebabkan oleh sistem perhitungan progresif yang diterapkan PAM Jaya. Penggunaan meter induk di apartemen dan rumah susun menyebabkan konsumsi air langsung melebihi batas atas yang ditetapkan, sehingga tarif yang dikenakan jauh lebih tinggi. Sistem ini dinilai kurang adil oleh sebagian masyarakat, karena mereka membayar tarif yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan pengguna rumah tangga biasa.
PAM Jaya perlu memberikan penjelasan yang lebih rinci dan transparan terkait sistem perhitungan tarif progresif ini. Komunikasi yang efektif dengan masyarakat sangat penting untuk meredam kontroversi dan membangun kepercayaan publik.
Penjelasan PAM Jaya Terkait Kenaikan Tarif
PAM Jaya menjelaskan bahwa kenaikan tarif ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan menunjang target cakupan layanan air minum 100 persen pada 2030. Selama 17 tahun terakhir, tarif air minum di Jakarta tetap sama, sementara biaya operasional terus meningkat. Kemendagri telah menetapkan standar kebutuhan pokok air minum per kepala keluarga sebesar 10 meter kubik (m3) per bulan.
Menurut PAM Jaya, jika pelanggan rumah tangga menggunakan air secara bijak dan berada di bawah angka 10 meter kubik per bulan, maka tidak akan ada perubahan tarif yang signifikan. Namun, sistem perhitungan progresif yang diterapkan untuk pelanggan apartemen dan rumah susun dinilai menjadi penyebab utama kontroversi ini.
Perlu adanya evaluasi dan pertimbangan lebih lanjut terkait sistem perhitungan tarif progresif ini agar lebih adil dan transparan bagi semua pelanggan.
Kesimpulan: Penyesuaian tarif PAM Jaya memicu pro dan kontra. Meskipun lebih murah dibanding air kemasan, sistem progresif menyebabkan kenaikan signifikan bagi penghuni apartemen. Transparansi dan komunikasi yang baik dari PAM Jaya sangat diperlukan untuk mengatasi kontroversi ini.