Transformasi Penegakan Hukum Kekerasan Seksual di Buru Selatan
Polres Buru Selatan bertransformasi dalam menangani kekerasan seksual, mengubah pendekatan kekeluargaan menjadi penegakan hukum tegas, meskipun masih menghadapi kendala fasilitas dan koordinasi.
![Transformasi Penegakan Hukum Kekerasan Seksual di Buru Selatan](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/07/220126.027-transformasi-penegakan-hukum-kekerasan-seksual-di-buru-selatan-1.jpeg)
Kabupaten Buru Selatan, Maluku, menyaksikan perubahan signifikan dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Sebelum berdirinya Polres Buru Selatan pada 29 Agustus 2022, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sering diselesaikan melalui pendekatan restorative justice atau musyawarah keluarga. Praktik ini, sayangnya, kerap mengabaikan hak-hak korban dan bertentangan dengan hukum Indonesia yang mengategorikan kejahatan tersebut sebagai krisis kemanusiaan dan pelanggaran HAM.
Perubahan Paradigma Penegakan Hukum
Masyarakat Buru Selatan, dengan keterbatasan sumber daya manusia, sebelumnya menganggap kekerasan seksual sebagai hal biasa, menyebabkan banyak pelaku lolos dari hukuman dan korban tak mendapat keadilan. Namun, berdirinya Polres Buru Selatan menandai perubahan paradigma. Polres melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tingginya angka kekerasan seksual; 27 kasus tercatat dari Januari hingga Oktober 2022, dengan pelaku beragam, termasuk orang dekat korban hingga kepala sekolah. Angka ini mengkhawatirkan, berdampak tidak hanya pada korban, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi dan investasi di daerah tersebut.
Menyadari hal ini, Polres Buru Selatan memprioritaskan penanganan kasus kekerasan seksual, meskipun dengan keterbatasan personel (321 anggota) dan sarana prasarana. Kapolres Buru Selatan, AKBP M Agung Gumilar, menegaskan komitmen penegakan hukum tanpa pandang bulu, seraya menghargai proses perdamaian adat. "Kita menghargai proses perdamaian adat. Namun proses hukum terhadap pelaku kekerasan seksual kepada anak dan perempuan harus tetap berjalan," kata Kapolres.
Langkah-langkah Tegas Polres Buru Selatan
Langkah awal yang dilakukan adalah menggandeng tokoh agama, adat, dan masyarakat untuk memberikan pemahaman hukum. Sosialisasi ini bertujuan mengubah persepsi masyarakat bahwa kekerasan seksual bukan masalah keluarga, melainkan kasus hukum. Penerapan hukum yang lebih tegas juga diterapkan, tanpa negosiasi di luar jalur peradilan. Hasilnya signifikan; angka kasus turun menjadi 15 pada 2023 dan 21 pada 2024 (Januari-Desember), dengan 12 kasus telah memasuki tahap penyelesaian. "Kita akan terus berjuang untuk menurunkan angka kasus tersebut ke nol. Meskipun banyak kendala, kita mampu melewatinya," ujar Agung Gumilar.
Kendala dan Tantangan ke Depan
Kendala masih ada. Minimnya fasilitas pendukung korban, seperti rumah aman atau pusat trauma healing, menjadi masalah utama. Kurangnya kerja sama dengan psikolog atau LSM yang fokus pada pendampingan korban juga menjadi hambatan. Korban sering hanya didampingi polisi dan Bhabinkamtibmas, yang memiliki keterbatasan dalam memberikan dukungan psikososial. "Kita masih terus melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah serta pemangku kepentingan lainnya, agar dapat mendukung fasilitas demi bagaimana hak-hak korban bisa kembali pulih 100 persen," jelas Gumilar.
Peran Hukum Adat dan Dinamika Sosial
Hukum adat di Buru Selatan masih berperan penting. Sistem sanksi sosial yang keras, seperti pengucilan, denda, dan sumpah adat, diterapkan. Namun, praktik "tukar ganti anak", di mana keluarga pelaku memberikan anak perempuannya sebagai ganti rugi kepada korban, semakin jarang dilakukan. Banyak keluarga korban memilih jalur hukum negara. Tokoh adat Rehensap Waesama Jafar Wael menyatakan, "Kalau misalkan keluarga korban mau hukum pemerintah yang menangani, saya tetap sepakat, karena ini menyangkut masa depan anak-anak kita, terutama generasi yang masih di bawah usia." Meskipun hukum adat masih digunakan dalam beberapa kasus, penegakan hukum formal tetap menjadi prioritas.
Perubahan Pola Pikir Masyarakat
Perubahan paling signifikan adalah meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan seksual. Korban kini lebih berani melapor, bahkan tanpa laporan korban, polisi tetap bertindak berdasarkan bukti. Kesadaran terhadap modus kejahatan seksual juga meningkat. Meskipun angka kasus turun, perjuangan belum selesai. Pendirian rumah aman dan layanan trauma healing, serta kerja sama yang lebih kuat dengan berbagai pihak, sangat dibutuhkan untuk memastikan pemulihan korban secara maksimal. Edukasi hukum terus dilakukan untuk mengubah persepsi masyarakat tentang kekerasan seksual.
Perjuangan Polres Buru Selatan menunjukkan bahwa ketegasan hukum dapat mengubah kebiasaan masyarakat. Korban berani melapor, pelaku dihukum, dan masyarakat sadar kekerasan seksual bukan urusan keluarga semata. Namun, dukungan dari berbagai pihak tetap dibutuhkan agar penanganan kasus kekerasan seksual semakin efektif dan hak-hak korban benar-benar dipulihkan. Dengan komitmen bersama, Buru Selatan dapat menjadi daerah yang lebih aman dan adil bagi perempuan dan anak-anak.