Tujuh Nelayan Aceh Bebas dari Myanmar, Sudah Berkumpul Bersama Keluarga
Tujuh nelayan Aceh yang ditahan di Myanmar karena memasuki wilayah perairan mereka telah dibebaskan dan telah kembali berkumpul dengan keluarga masing-masing di Aceh setelah mendapatkan amnesti dari pemerintah Myanmar.
Kabar baik datang dari Aceh! Tujuh nelayan Aceh yang sebelumnya ditahan di Myanmar karena memasuki wilayah perairan mereka, kini telah kembali ke tanah air dan berkumpul bersama keluarga. Pemerintah Aceh melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh memastikan seluruh nelayan telah tiba dengan selamat.
Penahanan ini bermula pada 24 Juni 2024, saat ketujuh nelayan tersebut ditangkap otoritas Myanmar. Mereka ditahan hingga akhirnya dibebaskan bersama ribuan tahanan lainnya berkat amnesti massal dalam rangka peringatan 77 tahun kemerdekaan Myanmar pada 4 Januari 2025. Amnesti ini diberikan oleh Kepala Pemerintahan Militer Myanmar, membebaskan 5.864 tahanan Myanmar dan 180 warga negara asing, termasuk para nelayan Aceh tersebut.
Proses pemulangan melibatkan berbagai pihak. Setelah dibebaskan, mereka dipulangkan ke Indonesia dan tiba di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, pada Sabtu, 1 Februari 2025. Proses pemulangan difasilitasi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), dan beberapa instansi terkait seperti Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Stasiun Belawan, DKP Aceh dan Aceh Timur, serta anggota DPD RI asal Aceh, Sudirman Haji Uma.
Dari Bandara Kualanamu, para nelayan kemudian dibawa ke kampung halaman masing-masing menggunakan armada minibus Hiace. Empat nelayan, Abdullah (24), Mola Zikri (30), Nasruddin Hamzah (53), dan Zubir (36), kembali ke Langsa. Muhammad Nur (52) dan Mustafa Kamal (19) pulang ke Idi, Aceh Timur, sementara Muzakir (44) kembali ke Aceh Utara.
Kepala DKP Aceh, Aliman, menyampaikan rasa syukur atas kepulangan para nelayan. Ia juga mengingatkan pentingnya kewaspadaan bagi nelayan Aceh saat melaut agar kejadian serupa tidak terulang. "Kita berharap ke depannya para nelayan Aceh lebih berhati-hati saat melaut, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya terdampar ke negara lain," ujar Aliman.
Kejadian ini menyoroti pentingnya pemahaman wilayah perairan dan kepatuhan terhadap hukum internasional di laut. Pemerintah Aceh tentunya akan terus memberikan pendampingan dan edukasi kepada para nelayan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak.
Dengan selesainya proses pemulangan dan berkumpulnya kembali para nelayan dengan keluarga, diharapkan dapat memberikan ketenangan dan kesempatan bagi mereka untuk kembali menjalani kehidupan normal. Dukungan dan perhatian terus menerus dari pemerintah sangat penting agar insiden seperti ini tidak terulang lagi.