UU TNI Baru Disahkan, ISSES Pastikan TNI Tetap Dilarang Berpolitik
Pengamat militer ISSES, Khairul Fahmi, memastikan UU TNI yang baru tetap melarang prajurit berpolitik dan berbisnis, menekankan pentingnya pengawasan publik atas implementasinya.

Jakarta, 23 Maret 2024 (ANTARA) - Undang-Undang (UU) TNI yang baru saja disahkan DPR RI pada Kamis lalu, tetap mempertahankan larangan bagi prajurit untuk terlibat dalam politik praktis dan bisnis, demikian disampaikan pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi. Hal ini menjawab kekhawatiran publik terkait potensi perluasan pengaruh militer dalam pemerintahan. Perubahan UU ini disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025, dihadiri oleh Menteri Pertahanan, Menteri Sekretaris Negara, Panglima TNI, dan pejabat terkait dari Kementerian Hukum dan Keuangan.
Fahmi menekankan pentingnya masyarakat untuk mencermati isi revisi UU TNI tersebut, termasuk pasal-pasal yang telah diubah. Ia mengajak publik untuk aktif mengawasi implementasi UU ini agar tetap sejalan dengan semangat reformasi. "Jika ditelaah secara cermat, revisi ini tidak mencabut larangan bagi prajurit TNI untuk berpolitik dan berbisnis. Artinya, militer tetap diposisikan dalam koridor profesionalisme, dan tidak diperbolehkan memasuki arena politik praktis maupun ekonomi," ujar Fahmi dalam wawancara di Jakarta.
Larangan tersebut, yang sebelumnya juga tercantum dalam UU TNI No. 34 Tahun 2004, bertujuan untuk menjaga netralitas TNI dan mencegah potensi konflik kepentingan. Dengan demikian, profesionalisme TNI tetap terjaga dan peran mereka dalam menjaga keamanan negara dapat berjalan optimal tanpa intervensi politik atau bisnis. Hal ini juga sejalan dengan prinsip kontrol sipil atas militer yang selama ini terus ditekankan.
Pengawasan Implementasi UU TNI yang Baru
Fahmi menyoroti beberapa poin penting yang perlu diawasi dalam implementasi UU TNI yang baru. Pertama, bagaimana peran baru TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) diterapkan secara efektif dan akuntabel. Kedua, mekanisme pengawasan terhadap prajurit yang ditempatkan di lembaga sipil perlu diperkuat untuk mencegah potensi penyalahgunaan wewenang. Ketiga, dampak perubahan usia pensiun terhadap dinamika internal TNI juga perlu dipantau secara cermat.
Menurutnya, kontrol sipil atas TNI harus tetap berjalan ketat. "Kontrol terhadap penerapannya (UU TNI yang baru) tetap harus diperkuat agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat mengarah pada kembalinya pola lama. Keterlibatan TNI dalam ranah sipil tetap harus diawasi dan diatur dengan ketat untuk menghindari potensi melebarnya pengaruh militer dalam birokrasi negara yang banyak dikhawatirkan," tegas Fahmi.
Hal ini penting untuk memastikan bahwa TNI tetap menjalankan tugasnya sesuai dengan konstitusi dan tidak terjerat dalam kepentingan politik atau ekonomi. Dengan pengawasan yang ketat, diharapkan revisi UU TNI ini dapat memperkuat profesionalisme TNI dan mencegah potensi penyimpangan yang dapat mengancam demokrasi.
Pentingnya Peran Publik dalam Pengawasan
Partisipasi publik sangat krusial dalam mengawasi implementasi UU TNI yang baru. Masyarakat perlu aktif memantau kinerja TNI dan melaporkan setiap potensi pelanggaran atau penyimpangan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam memastikan bahwa TNI tetap berada dalam koridor profesionalisme dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik atau bisnis.
Dengan demikian, revisi UU TNI ini diharapkan dapat memperkuat fondasi demokrasi dan menjaga netralitas TNI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Peran serta masyarakat dalam mengawasi implementasi UU ini sangat penting agar tujuan reformasi dapat tercapai secara optimal.
UU TNI yang baru diharapkan mampu menjawab tantangan keamanan nasional di masa depan, sekaligus menjaga profesionalisme dan netralitas TNI. Perubahan usia pensiun, misalnya, perlu dikaji dampaknya terhadap regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI agar tetap dinamis dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Kesimpulannya, revisi UU TNI ini merupakan langkah penting dalam menjaga profesionalisme dan netralitas TNI. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada pengawasan yang ketat dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil. Partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi implementasi UU ini sangat diperlukan untuk memastikan bahwa TNI tetap menjadi pilar utama dalam menjaga kedaulatan dan keamanan negara.