Wamendag: Diversifikasi Pasar Ekspor RI, Bukan Sekadar Respons Kebijakan Trump
Wakil Menteri Perdagangan RI tegaskan diversifikasi pasar ekspor sebagai strategi jangka panjang, bukan hanya reaksi atas kebijakan tarif AS, dan dorong kerja sama dagang dengan berbagai negara.

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) RI, Dyah Roro Esti Widya Putri, menegaskan bahwa diversifikasi pasar ekspor merupakan strategi utama pemerintah untuk memperluas jangkauan perdagangan Indonesia. Hal ini disampaikannya dalam acara Halal Bihalal dan Forum Group Discussion Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) di Jakarta, Jumat (26/4). Pernyataan Wamendag tersebut sekaligus membantah anggapan bahwa langkah ini semata-mata sebagai respons terhadap kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Wamendag menekankan bahwa upaya diversifikasi pasar ekspor telah dilakukan Indonesia dalam jangka waktu yang cukup lama.
Dalam forum tersebut, Wamendag menjelaskan bahwa pemerintah secara aktif memperluas kerja sama melalui berbagai perjanjian dagang strategis, seperti Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dan Free Trade Agreement (FTA). Negara-negara yang menjadi target kerja sama ini meliputi Australia, Korea Selatan, beberapa negara di wilayah Afrika, dan Timur Tengah. Tujuannya adalah untuk membuka akses pasar baru bagi produk-produk Indonesia yang memiliki daya saing tinggi di kancah internasional. Wamendag menambahkan, "This is not a response to the Trump policies, kita sudah melakukan cukup lama bagaimana memperluas pasar internasional kita."
Lebih lanjut, Wamendag menjelaskan bahwa Indonesia saat ini telah memiliki 21 perjanjian dagang yang berlaku dengan berbagai negara mitra. Selain itu, terdapat 16 perjanjian dagang lainnya yang masih dalam tahap perundingan. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan peluang ekspor nasional dan membuka akses ke pasar-pasar baru yang potensial. Wamendag juga menekankan potensi pasar non-konvensional, dengan mengatakan, "These are non-conventional trading partners. Tapi kami melihat bahwa ada potensi yang bisa kita gali untuk market tersebut."
Perjanjian Dagang Strategis dan Potensi Pasar Baru
Salah satu perjanjian dagang yang dianggap penting adalah Indonesia-Kanada CEPA. Perjanjian ini berpotensi membuka pasar Kanada dengan populasi 51 juta jiwa dan Produk Domestik Bruto (PDB) senilai 2,2 triliun dolar AS, khususnya untuk produk bersertifikat halal. Wamendag menambahkan, "So the halal industry is a big one dan mempunyai potensi besar untuk Kanada hingga makanan laut ataupun produk pertanian."
Selain itu, Indonesia-Peru CEPA juga telah diumumkan sebagai kesepakatan yang telah rampung secara substansi oleh Presiden Peru dan Prabowo Subianto. Perjanjian ini membuka peluang ekspor produk kelapa sawit, karet, farmasi, dan tekstil. Pemerintah juga gencar mendorong penyelesaian perjanjian dagang dengan Uni Eropa, yang memiliki PDB sebesar 18,6 triliun dolar AS dan terbuka terhadap produk-produk ramah lingkungan dari Indonesia.
Komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris semakin memperkuat kerja sama ini. Indonesia berupaya memperluas ekspor produk berkelanjutan, seperti furnitur, tekstil, serta teknologi energi baru dan terbarukan. Wamendag menyatakan, "Jadi memang we have a sustainable market di Uni Eropa. Banyak sekali upaya yang dilakukan oleh pemerintah di sana untuk menggaungkan, merealisasikan, membuka akses untuk menciptakan masa depan yang berlanjutan."
Strategi Diversifikasi Pasar Ekspor
- Memperluas kerja sama melalui perjanjian dagang seperti CEPA dan FTA.
- Menargetkan negara-negara seperti Australia, Korea Selatan, Afrika, dan Timur Tengah.
- Membuka akses pasar baru untuk produk Indonesia yang kompetitif.
- Memanfaatkan potensi pasar non-konvensional.
- Mendorong ekspor produk halal, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.
Dengan berbagai upaya tersebut, pemerintah Indonesia optimistis dapat memperluas pasar ekspor dan meningkatkan perekonomian nasional. Diversifikasi pasar ekspor bukan hanya sekadar respons terhadap kebijakan luar negeri tertentu, melainkan strategi jangka panjang untuk mengamankan dan mengembangkan perekonomian Indonesia di pasar global yang dinamis.