Zakat Nasional: Dari Tradisi ke Sistem Filantropi Modern, Potensi Rp327 Triliun!
Presiden Prabowo Subianto menunaikan zakat melalui Baznas, menggarisbawahi potensi zakat Indonesia hingga Rp327 triliun dan mendorong transformasi filantropi.

Presiden Prabowo Subianto, bersama jajaran Kabinet Merah Putih, menyerahkan zakat melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) pada Kamis, 27 Maret 2025. Acara di Istana Negara ini menandai komitmen pemerintah untuk membangun budaya kedermawanan nasional dan menjadikan zakat sebagai instrumen sosial untuk mendorong keadilan dan solidaritas. Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka turut hadir dalam acara tersebut, bersama Ketua Baznas RI Noor Achmad.
Penyerahan zakat ini bukan sekadar simbol, melainkan pesan kuat tentang peran zakat dalam mengatasi kemiskinan dan mewujudkan keadilan sosial. Presiden Prabowo menekankan pentingnya zakat sebagai bentuk gotong royong dan sarana memperdalam rasa syukur. Ia mengajak seluruh masyarakat untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah demi membantu mereka yang membutuhkan, dengan mengatakan, "Marilah kita berdoa buat mereka, marilah kita mengulurkan tangan buat mereka. Salah satunya adalah dengan berzakat, berinfak, dan bersedekah."
Potensi zakat di Indonesia sangat besar, mencapai Rp327 triliun, namun realisasinya baru sekitar Rp41 triliun. Presiden Prabowo optimistis, jika dikelola secara optimal, zakat dapat menjadi solusi untuk menghapus kemiskinan ekstrem. Ketua Baznas RI Noor Achmad menambahkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap zakat terus meningkat, dengan jumlah muzaki tumbuh signifikan dari tahun ke tahun.
Potensi Besar Zakat dan Tantangannya
Presiden Prabowo menyoroti potensi besar zakat di Indonesia yang mencapai angka fantastis, yaitu Rp327 triliun. Namun, realisasi pengumpulannya masih jauh dari potensi tersebut, hanya sekitar Rp41 triliun. Beliau menekankan bahwa pengelolaan zakat yang optimal dapat menjadi solusi untuk mengatasi kemiskinan ekstrem di Indonesia, bahkan hanya dengan dana Rp30 triliun saja.
Ketua Baznas RI, Noor Achmad, melaporkan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap zakat. Jumlah muzaki meningkat pesat dari 10 juta pada 2021 menjadi lebih dari 28 juta pada 2024. Baznas menargetkan penghimpunan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) sebesar Rp41 triliun pada tahun ini. Beliau menyatakan, "Masyarakat Indonesia luar biasa. Mereka tidak hanya menyimpan harta, tapi juga membaginya untuk membantu sesama."
Muhammad Anwar dari Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) menilai tindakan Presiden dan Wakil Presiden ini memiliki dampak moral yang besar. Keteladanan pemimpin negara dapat mendorong masyarakat untuk lebih percaya pada lembaga filantropi dan aktif berzakat. Selain itu, zakat juga memiliki dimensi ekonomi yang signifikan, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Anwar menambahkan bahwa zakat dapat menjadi bantalan ekonomi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, terutama menjelang Idul Fitri. Ia menekankan perlunya stimulus untuk menggairahkan ekonomi, dan zakat dapat berperan penting dalam hal ini. "Diperlukan bantalan ekonomi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dan zakat bisa menjadi salah satu opsi untuk menggerakkan ekonomi serta menjadi alternatif untuk membantu perekonomian masyarakat bawah menjelang lebaran tahun ini," kata Anwar.
Survei Kedermawanan Masyarakat Muslim Indonesia
Sebuah survei IDEAS terhadap 1.233 responden di 30 provinsi mengungkap potret kedermawanan masyarakat muslim Indonesia. Hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas donatur muslim termotivasi oleh faktor religius (39,01 persen), sementara sebagian lainnya tergolong skeptis terhadap penyaluran dana (23,53 persen).
Kategori donatur lainnya meliputi mereka yang berdonasi karena kedekatan (12,57 persen), investasi (12,25 persen), balas budi (6,41 persen), dan faktor sosialita (6,24 persen). Survei ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar donatur mengalokasikan dana di kisaran Rp50.000-Rp100.000 per bulan.
Anwar menyimpulkan bahwa kedermawanan bukan hanya ciri khas kelas atas, tetapi juga dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat. "Dari survei tersebut, kami menemukan spirit religius menjadi faktor pendorong utama masyarakat muslim Indonesia dalam melakukan donasi, dan pada bulan Ramadan spirit itu terakumulasi menjadi aktivitas kebaikan untuk membantu sesama," kata Anwar.
Meskipun potensi zakat sangat besar, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah preferensi masyarakat untuk menyalurkan dana secara langsung, bukan melalui lembaga formal. Hanya sekitar 30 persen yang mempercayakan zakatnya kepada lembaga resmi seperti Baznas atau LAZ.
Meningkatkan Kepercayaan dan Transparansi Pengelolaan Zakat
Anwar mengapresiasi langkah Presiden Prabowo yang menyalurkan zakat melalui Baznas. Ia menilai tindakan ini sebagai langkah positif yang dapat menjadi teladan bagi masyarakat. Namun, ia menekankan bahwa tindakan simbolis saja tidak cukup. Diperlukan kebijakan yang menyeluruh dan upaya menjaga kepercayaan publik agar sektor filantropi dapat tumbuh lebih kuat.
Untuk mengoptimalkan peran filantropi Islam, perlu ada pergeseran dari pemberian donasi informal ke jalur formal. Pemerintah dan lembaga filantropi perlu membangun sistem yang transparan, akuntabel, dan terpercaya. Regulasi yang mendukung dan sistem pelaporan yang jelas akan memperkuat iklim zakat yang sehat. Kepercayaan masyarakat menjadi kunci utama dalam mengembangkan potensi zakat dan menjawab berbagai persoalan sosial.
Kesimpulannya, optimalisasi potensi zakat di Indonesia memerlukan sinergi antara pemerintah, lembaga filantropi, dan masyarakat. Peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan kepercayaan publik menjadi kunci keberhasilan dalam mengelola zakat dan mewujudkan keadilan sosial.