Perpres Baru Soal TKDN: Perlindungan Lebih Agresif untuk Produk Dalam Negeri
Perpres Nomor 46 Tahun 2025 memperkuat aturan TKDN, memberikan perlindungan lebih agresif bagi produk dalam negeri dan mendorong peningkatan penggunaan produk lokal dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengumumkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 sebagai penguat aturan TKDN sebelumnya. Perpres ini diluncurkan pada Selasa lalu di Jakarta, bertepatan dengan peluncuran mobil listrik Polytron G3. Perpres tersebut bertujuan untuk melindungi dan membuka pasar yang lebih besar bagi produk-produk dalam negeri, khususnya dalam rangka peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Perpres 46/2025, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pekan lalu, dikatakan Menperin sebagai langkah afirmatif, progresif, dan agresif pemerintah dalam mendukung industri dalam negeri. Peraturan ini memberikan prioritas yang lebih jelas pada penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Salah satu poin penting dalam Perpres ini adalah Pasal 66 Ayat 2B yang mewajibkan penggunaan produk dalam negeri minimal 25 persen TKDN jika produk dalam negeri dengan TKDN dan bobot manfaat perusahaan (BMP) minimal 40 persen tidak tersedia atau jumlahnya tidak mencukupi. Ini merupakan bentuk nyata perlindungan bagi industri dalam negeri dan dorongan untuk optimalisasi belanja pemerintah ke arah produk lokal.
Penguatan Aturan TKDN dan Reformasi Sertifikasi
Perpres 46/2025 membawa perubahan signifikan pada aturan TKDN. Pasal 66 Ayat 2B, yang merupakan tambahan baru, menunjukkan komitmen pemerintah untuk memprioritaskan produk dalam negeri. Dengan adanya aturan ini, diharapkan akan semakin banyak produk dalam negeri yang digunakan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Selain itu, Kementerian Perindustrian juga tengah melakukan reformasi menyeluruh terhadap proses sertifikasi TKDN. Reformasi ini difokuskan pada penyederhanaan tata cara perhitungan, percepatan proses, dan pengurangan biaya sertifikasi. Tujuannya adalah untuk memberikan kemudahan bagi pelaku industri dalam negeri dalam memperoleh sertifikasi TKDN.
Kementerian Perindustrian berupaya memangkas waktu proses sertifikasi TKDN dari tiga bulan menjadi hanya sepuluh hari. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing industri dalam negeri.
"Reformasi TKDN ini ditujukan untuk memberikan kemudahan dari tata cara penghitungan, kemudian juga mempercepat proses, dan mengurangi biaya atau mengurangi beban biaya sertifikat TKDN," jelas Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita. "Harapan kami dan kami yakin bahwa setiap pengurusan-pengurusan mengenai TKDN itu akan mudah, cepat, dan murah."
Kemudahan dan Peningkatan Efisiensi
Reformasi yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian tidak hanya berfokus pada percepatan proses sertifikasi, tetapi juga pada penyederhanaan tata cara perhitungan TKDN. Dengan demikian, diharapkan pelaku usaha dapat lebih mudah memahami dan mengikuti aturan yang berlaku.
Pengurangan biaya sertifikasi juga menjadi fokus utama dalam reformasi ini. Biaya sertifikasi yang tinggi seringkali menjadi kendala bagi pelaku usaha, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dengan adanya pengurangan biaya ini, diharapkan semakin banyak UMKM yang dapat memanfaatkan program TKDN.
Dengan adanya Perpres 46/2025 dan reformasi sertifikasi TKDN, pemerintah berharap dapat mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global. Langkah ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor.
Perpres baru ini diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia dengan meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja baru. Pemerintah berkomitmen untuk terus mendukung dan melindungi industri dalam negeri agar dapat berkembang dan bersaing di pasar internasional.