Perpres 46/2025: Angin Segar bagi Industri Dalam Negeri
Perpres Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah memberikan angin segar bagi industri dalam negeri dengan memprioritaskan produk ber-TKDN dan PDN.

Jakarta, 7 Mei 2025 - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengumumkan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah memberikan angin segar bagi industri dalam negeri. Perpres ini merevisi Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan mengatur kewajiban pemerintah pusat, daerah, BUMN, dan BUMD untuk membeli produk dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi dan Produk Dalam Negeri (PDN).
Perpres ini menjawab pertanyaan apa (Peraturan Presiden baru), siapa (Pemerintah, BUMN, BUMD), di mana (seluruh Indonesia), kapan (7 Mei 2025), mengapa (mendukung industri dalam negeri), dan bagaimana (dengan memprioritaskan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa). Pengumuman ini disambut positif oleh Menperin dan pelaku industri, yang melihatnya sebagai solusi atas tantangan permintaan domestik saat ini. "Kami mengapresiasi Bapak Presiden yang telah menandatangani Perpres ini. Regulasi ini menjadi angin segar bagi industri," ujar Menperin.
Perpres 46/2025 mengatur prioritas belanja pemerintah dan BUMN/BUMD, memprioritaskan produk ber-TKDN atau PDN dibandingkan produk impor. Aturan ini merupakan perbaikan signifikan dari Perpres sebelumnya yang memungkinkan pembelian produk impor jika industri dalam negeri belum mampu memenuhi persyaratan tertentu. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden dalam Sarasehan Ekonomi bulan April lalu, yang meminta relaksasi kebijakan TKDN dan perubahannya menjadi insentif.
Prioritas Belanja Pemerintah Berdasarkan Perpres 46/2025
Perpres 46/2025 menetapkan urutan prioritas belanja pemerintah sebagai berikut:
- Produk dengan total skor TKDN dan BMP (Bobot Manfaat Perusahaan) > 40 persen: Pemerintah wajib membeli produk ber-TKDN > 25 persen.
- Tidak ada produk dengan total skor TKDN dan BMP > 40 persen, tetapi ada produk ber-TKDN > 25 persen: Pemerintah membeli produk ber-TKDN > 25 persen.
- Tidak ada produk ber-TKDN > 25 persen: Pemerintah membeli produk ber-TKDN < 25 persen.
- Tidak ada produk bersertifikat TKDN: Pemerintah membeli PDN yang terdaftar di SIINAS (Sistem Informasi Industri Nasional).
Perubahan ini memberikan kepastian dan perlindungan bagi industri dalam negeri, mendorong peningkatan TKDN, dan mengurangi ketergantungan pada produk impor. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri nasional dan berkontribusi positif pada perekonomian Indonesia.
Reformasi Kebijakan TKDN
Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk mereformasi kebijakan TKDN, menyederhanakan perhitungan TKDN agar lebih efisien dan murah. Tujuannya adalah untuk mendorong lebih banyak produk dalam negeri mendapatkan sertifikasi TKDN dan dibeli oleh pemerintah. Reformasi ini telah dimulai jauh sebelum pengumuman kenaikan tarif impor oleh Presiden AS Donald Trump pada awal April 2025, didasari oleh kebutuhan industri dalam negeri, bukan karena tekanan eksternal.
Proses reformasi telah melalui uji publik dan sedang dalam tahap finalisasi. Menperin berharap reformasi ini akan meningkatkan minat usaha dan investasi, serta meningkatkan kontribusi sektor manufaktur terhadap perekonomian nasional. Dengan adanya Perpres 46/2025 dan reformasi kebijakan TKDN, masa depan industri dalam negeri Indonesia terlihat lebih cerah.
Perpres ini diharapkan dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru di Indonesia. Dengan memberikan prioritas pada produk dalam negeri, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam memberdayakan industri lokal dan mengurangi ketergantungan pada produk impor.