Tenun Indonesia: Harta Karun yang Terpendam, Minim Pengenalan pada Wisatawan Mancanegara
Cita Tenun Indonesia (CTI) menyoroti minimnya pengenalan kain tenun Indonesia pada wisatawan mancanegara di sektor fesyen, kalah saing dengan negara lain seperti Jepang yang sangat menghargai warisan budayanya.

Jakarta, 24 Februari 2024 (ANTARA) - Cita Tenun Indonesia (CTI) mengungkapkan keprihatinannya terkait minimnya pengenalan kain tenun Indonesia kepada wisatawan mancanegara, terutama melalui industri fesyen. Hal ini membuat Indonesia kalah bersaing dengan negara-negara lain yang lebih sukses mempromosikan warisan budaya tekstil mereka. Minimnya promosi ini berdampak pada kurangnya apresiasi terhadap kekayaan budaya Indonesia yang terkandung dalam setiap helainya.
Sjamsidar Isa, Pengurus CTI Bidang Pengendali Mutu, yang akrab disapa Tjammy, menyatakan, "Kita harus mengajarkan pada mereka bahwa ini (tenun) adalah harta berharga kita, kalau anda sudah tidak memberikan perhatian, selesai sudah." Pernyataan ini disampaikan usai konferensi pers di Jakarta, Senin lalu. Ia menekankan pentingnya upaya serius untuk mengangkat nilai tenun Indonesia di mata dunia.
Menurut Tjammy, industri fesyen Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara seperti Amerika Serikat, Eropa, China, Korea Selatan, dan Jepang. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya upaya untuk menunjukkan keunikan dan keindahan kain tenun Indonesia, mulai dari teknik pembuatan hingga cerita yang tertuang dalam setiap benang. Kekayaan budaya dan teknik pembuatan yang unik ini belum dieksplorasi secara maksimal untuk menarik minat pasar internasional.
Keunikan Tenun Indonesia yang Belum Tergali
Tjammy menjelaskan bahwa kain tenun Indonesia memiliki beragam teknik pembuatan yang tidak ditemukan di negara lain. Sebagai contoh, ia menyebut kain tenun Sobi dari Sulawesi, yang teknik pembuatannya unik dan belum ditemukan di tempat lain. "Seperti Sobi di Sulawesi, milik masyarakat Bugis ya itu, di tempat lain paling tidak belum kami temukan (teknik serupa). Belum lagi kalau melihat ke arah timur, Flores, itu kan luar biasa," ujarnya. Keberagaman teknik ini menunjukkan kekayaan budaya dan keahlian para pengrajin Indonesia.
Ia menambahkan bahwa jenis kain tenun sangat beragam dan berbeda-beda, dipengaruhi oleh budaya lokal setempat. Hal ini menciptakan kekhasan dan keunikan yang seharusnya menjadi daya tarik tersendiri. Sebagai perbandingan, Tjammy menceritakan pengalamannya di Jepang, di mana penjual kain tradisional mematok harga yang sangat tinggi sebagai bentuk penghargaan terhadap warisan budaya mereka. "Jadi ya boleh dikatakan, kasarnya seperti mereka bicara yang enggak punya uang enggak usah beli deh. Mungkin ke situ ya, tapi mereka sangat bangga dengan produk lokalnya," kata Tjammy.
Perbedaan sikap ini menunjukkan betapa pentingnya apresiasi dan kebanggaan terhadap produk lokal dalam membangun industri fesyen yang kuat dan berkelanjutan. Indonesia perlu belajar dari Jepang dalam hal ini, untuk meningkatkan nilai dan daya saing produk tenunnya di pasar internasional.
Tren Positif dan Kolaborasi yang Menjanjikan
Meskipun demikian, Tjammy melihat tren positif dalam penggunaan wastra, termasuk kain tenun, di kalangan generasi muda Indonesia. Banyak yang mengenakan tenun sebagai bagian dari gaya berpakaian sehari-hari, bahkan untuk ke kantor. Media sosial seperti Instagram dan Facebook juga berperan dalam mempromosikan tenun dan meningkatkan popularitasnya.
CTI berupaya untuk memperkenalkan keunikan tenun Indonesia melalui kolaborasi dengan para desainer Tanah Air. Kolaborasi ini diharapkan dapat memperkenalkan tenun kepada generasi muda dan mendorong pelestarian kain tradisional Indonesia. Dengan menjadikan tenun sebagai bagian dari produk fesyen, para desainer secara tidak langsung mengajarkan generasi muda untuk mencintai budaya lokal dan melestarikannya.
Selain itu, Tjammy juga menyarankan pemerintah untuk memberikan pendampingan kepada para pengrajin tenun di daerah. Pendampingan ini penting agar para pengrajin dapat mengikuti tren industri fesyen terkini dan memenuhi kebutuhan pasar. Dengan demikian, industri tenun Indonesia dapat berkembang pesat dan bersaing di pasar global.
Kesimpulannya, peningkatan pengenalan kain tenun Indonesia kepada wisatawan mancanegara sangat penting untuk menjaga kelestarian dan meningkatkan nilai ekonomi tenun. Kolaborasi antara CTI, para desainer, dan pemerintah sangat krusial untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, kekayaan budaya Indonesia dalam bentuk tenun dapat dihargai dan dinikmati oleh dunia.