Ekosistem Sepak Bola Putri Usia Dini di Indonesia: Butuh Perhatian Lebih
Pelatih sepak bola Timo Scheunemann menyoroti pentingnya pengembangan ekosistem sepak bola putri usia dini di Indonesia, termasuk peran idola dan dukungan orang tua untuk menghapus stigma negatif.

Jakarta, 04 Mei 2024 (ANTARA) - Pengembangan ekosistem sepak bola putri usia dini di Indonesia menjadi sorotan utama. Timo Scheunemann, pelatih sepak bola profesional, menekankan pentingnya pembinaan sejak usia 10-12 tahun, sebuah fase krusial dalam pembentukan atlet muda. Menurutnya, pembinaan yang ideal meliputi latihan tim dua hingga tiga kali seminggu, ditambah satu pertandingan, bahkan hingga empat kali seminggu bagi yang berbakat. Namun, tantangan terbesar justru terletak pada minimnya ekosistem pendukung, khususnya untuk cabang olahraga ini.
Scheunemann menjelaskan pentingnya latihan bersama dan individual. Ia menyoroti perbedaan pendekatan antara Sekolah Sepak Bola (SSB) dan institusi pendidikan formal. Kompetisi antar SSB untuk anak laki-laki lebih mudah dijalankan karena minat yang tinggi. Berbeda dengan sepak bola putri, jumlah SSB yang terbatas menjadi kendala utama dalam menggelar kompetisi antar SSB putri.
"Latihan bersama itu penting, tapi latihan individual jauh lebih penting di usia segitu," ungkap Scheunemann. Ia dan Bakti Olahraga Djarum Foundation pun menginisiasi berbagai turnamen sepak bola usia dini khusus putri sebagai upaya membangun ekosistem yang lebih baik. Upaya ini diharapkan dapat melahirkan bibit-bibit pemain andal dan memperluas jaringan pengembangan pemain putri Indonesia.
Tantangan dan Solusi Pengembangan Sepak Bola Putri
Salah satu tantangan terbesar adalah minimnya kompetisi antar SSB putri. Hal ini disebabkan oleh jumlah SSB putri yang sangat terbatas. Untuk mengatasi hal ini, Scheunemann dan timnya memilih pendekatan yang berbeda, yaitu dengan turun langsung ke sekolah dasar (SD) untuk memberikan pemahaman dan menunjukkan manfaat partisipasi dalam kompetisi sepak bola putri. Mereka berupaya menumbuhkan minat sejak usia dini dan membangun fondasi yang kuat.
Pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan pemain-pemain muda berbakat yang kemudian akan mencari pelatihan tambahan di SSB dan memperluas jaringan pengembangan pemain putri. Prestasi timnas sepak bola putri Indonesia di kancah internasional diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi siswi dan perempuan muda lainnya untuk menggeluti olahraga ini.
Meskipun timnas sepak bola putri Indonesia telah menorehkan prestasi, tantangan masih besar di tingkat akar rumput. Scheunemann menekankan pentingnya peran idola bagi anak-anak, khususnya sosok yang dapat menginspirasi dan mendapat dukungan dari orang tua. Ia mencontohkan Shafira Ika dan Claudia Scheunemann sebagai sosok inspiratif bagi anak-anak perempuan.
Peran Idola dan Penghapusan Stigma
Scheunemann menjelaskan pentingnya peran idola seperti Shafira Ika dan Claudia Scheunemann. "Kayak pemain-pemain seperti Shafira Ika, main bola tapi cantik ya. Terus kayak Claudia, keponakan saya, dia jago main, terus atletis gitu ya. Terus kan tetap feminin, tetap ceweknya cewek banget gitu kan. Jadi mereka bisa ngeliat, oh iya ini, itu penting kenapa? Buat anak-anak dan orang tuanya itu bisa punya idola yang asik gitu, yang tidak negatif gitu," katanya. Keberadaan idola yang sukses dan tetap feminin sangat penting untuk menghapus stigma negatif terhadap perempuan yang bermain sepak bola.
Lebih lanjut, ia menambahkan, "Anak-anak perlu melihat bahwa bermain bola tidak membuat mereka kehilangan sisi feminin. Itu penting untuk menghapus stigma." Dengan demikian, dukungan dari orang tua dan masyarakat sangat penting untuk mendorong partisipasi perempuan dalam sepak bola.
Kesimpulannya, pengembangan ekosistem sepak bola putri usia dini membutuhkan perhatian dan kerja sama dari berbagai pihak. Pendekatan yang tepat, peran idola yang inspiratif, serta dukungan dari orang tua dan masyarakat sangat krusial untuk mendorong minat dan bakat anak-anak perempuan dalam olahraga ini, sekaligus menghapus stigma negatif yang masih melekat.