4 Masalah Utama Pekerja Migran Indonesia: Menteri Karding Ungkap Titik Kritis
Menteri Karding ungkap empat masalah utama pekerja migran Indonesia, meliputi keberangkatan ilegal, rendahnya kemampuan, kendala bahasa, dan mental, mendorong inisiatif pembentukan desk koordinasi pelindungan.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, baru-baru ini mengungkapkan empat masalah utama yang dihadapi pekerja migran Indonesia (PMI). Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polkam, Jakarta, Kamis lalu, dan turut menjelaskan alasan dibentuknya desk koordinasi pelindungan PMI. Masalah-masalah tersebut meliputi keberangkatan ilegal, rendahnya kemampuan dan pendidikan, kendala bahasa, serta faktor mental para pekerja.
Salah satu masalah paling krusial adalah tingginya jumlah PMI yang berangkat secara ilegal atau non-prosedural. Menteri Karding menyebutkan bahwa dari total sekitar 9,6 juta PMI (5,3 juta prosedural dan 4,3 juta non-prosedural berdasarkan survei Bank Dunia 2017), sebanyak 90-95 persen dari mereka yang mengalami masalah adalah mereka yang berangkat secara ilegal. "Jadi sebenarnya kunci masalah kalau kita bisa tutup dengan prosedural ini, maka insya Allah tidak terlalu banyak masalah dengan pekerja migran Indonesia," tegas Menteri Karding.
Permasalahan ini diperparah oleh rendahnya kemampuan dan pendidikan para PMI. Sebanyak 80 persen PMI merupakan pekerja rumah tangga (domestic worker), dengan 70 persen di antaranya adalah perempuan. Mayoritas hanya memiliki pendidikan SD dan SMP, sedikit yang lulus SMA. Kondisi ini meningkatkan kerentanan mereka terhadap eksploitasi dan kekerasan. "Dan dari 80 persen itu, 70 persennya perempuan, dan rata-rata pendidikannya SD dan SMP, sedikit SMA. Jadi ini bisa dibayangkan betapa rawannya ataupun potensialnya itu terjadi kekerasan," ujar Menteri Karding.
Masalah Kompleks Pekerja Migran Indonesia
Selain keberangkatan ilegal dan rendahnya kemampuan, kendala bahasa juga menjadi penghalang bagi PMI dalam melindungi diri di negara tujuan. Mereka seringkali kesulitan berkomunikasi dan memahami peraturan setempat, sehingga rentan terhadap penipuan dan eksploitasi. Masalah keempat yang diungkapkan adalah faktor mental. Banyak PMI yang mengalami tekanan psikologis akibat jauh dari keluarga dan lingkungan yang asing, bahkan ada yang ingin segera pulang ke tanah air.
Pemerintah telah berupaya mengatasi masalah ini melalui beberapa langkah strategis. Pertama, fokus pada daerah-daerah penyumbang PMI terbesar, seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB, Lampung, dan Medan. Kedua, peningkatan sosialisasi tentang pentingnya keberangkatan secara legal, mengingat kesadaran saat ini baru mencapai 40 persen. Ketiga, memaksimalkan pencegahan dan pelindungan melalui tim reaksi cepat.
Langkah keempat dan yang paling signifikan adalah pembentukan desk koordinasi pelindungan PMI. Diinisiasi oleh Menko Polkam Budi Gunawan, desk ini dipimpin oleh Kementerian P2MI dan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Bareskrim Polri, TNI, dan Kejaksaan Agung. Desk ini diharapkan dapat menjadi wadah kolaborasi dan sinergi dalam menangani masalah PMI secara lebih efektif.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk mengatasi masalah pekerja migran:
- Fokus pada daerah penyumbang PMI terbesar.
- Sosialisasi keberangkatan legal.
- Tim reaksi cepat untuk pencegahan dan pelindungan.
- Pembentukan desk koordinasi pelindungan PMI.
Pembentukan desk koordinasi ini diharapkan dapat menjadi solusi yang komprehensif dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi PMI. Kolaborasi antar lembaga pemerintah diharapkan dapat meningkatkan efektivitas perlindungan dan pengawasan terhadap PMI, sehingga dapat mengurangi angka pelanggaran dan meningkatkan kesejahteraan PMI di luar negeri.