Bangga dan Asyiknya Guru Kudus Mengajar Pakai Baju Adat!
Para guru di Kudus, Jawa Tengah, kini mengajar dengan mengenakan baju adat setiap tanggal 23, sebagai upaya pelestarian budaya dan pemberdayaan UMKM lokal.
Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, kini memiliki inisiatif unik dalam upaya pelestarian budaya. Sejak 11 Februari 2025, para guru Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Kudus diwajibkan mengenakan baju adat khas Kudus setiap tanggal 23. Kebijakan ini digagas oleh Pemerintah Kabupaten Kudus sebagai langkah memperkenalkan warisan budaya kepada generasi muda dan memberdayakan UMKM lokal.
Inisiatif ini diumumkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Kudus, Harjuna Widada. Beliau menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menanamkan rasa cinta terhadap budaya lokal sekaligus mendukung para pengrajin caping, sarung, batik, dan jasa penjahit di Kudus. "Berdasarkan surat edaran dari Pemkab Kudus, semua guru SD dan SMP di Kabupaten Kudus memang diminta memakai baju adat setiap tanggal 23," ujar Harjuna Widada.
Meskipun ada keringanan bagi guru yang terkendala secara ekonomi, antusiasme para guru cukup tinggi. Mereka berpartisipasi aktif dalam mempersiapkan diri dengan membeli perlengkapan yang dibutuhkan, seperti caping kalo, yang menjadi ciri khas baju adat Kudus. Hal ini menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung program pemerintah daerah.
Mengajar dengan Baju Adat: Pengalaman Baru, Semangat Baru
Dewi Sofiyati, Kepala SD 3 Barongan Kudus, menceritakan pengalaman pertamanya mengajar dengan baju adat Kudus. Meskipun awalnya butuh penyesuaian dengan selendang dan caping kalo, ia mengaku bangga dan menikmati pengalaman tersebut. "Ketika hari ini jadwal memakai pakaian adat Kudus setelah libur Lebaran, semua guru yang berjumlah 12 orang juga serempak sudah siap," ungkapnya. Ia juga menambahkan bahwa "Tentunya bisa menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap budaya lokal, terutama pakaian adat Kudus."
Hal senada juga diungkapkan oleh Titis Nor Iriyanti, guru kelas V SD Barongan 3. Ia mengakui butuh penyesuaian, namun optimis inisiatif ini akan meningkatkan semangat belajar siswa. "Mudah-mudahan nantinya semakin terbiasa dan bisa juga semakin semangat belajar karena gurunya berpakaian rapi dan merupakan pakaian kebanggaan warga Kudus," ujarnya.
Para guru sebelumnya telah terbiasa mengenakan pakaian Kudusan setiap hari Kamis, berupa jarik batik, kebaya bordir putih, dan jilbab bagi ASN berjilbab. Penggunaan baju adat Kudus setiap tanggal 23 merupakan pengembangan dari kebiasaan tersebut, dengan penambahan caping kalo dan selendang sebagai ciri khas utama.
Dukungan terhadap UMKM Lokal
Program ini tidak hanya berfokus pada pelestarian budaya, tetapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal. Dengan mewajibkan penggunaan baju adat, Pemkab Kudus secara tidak langsung mendorong peningkatan permintaan produk UMKM yang terkait, seperti pengrajin caping kalo, kain batik, dan jasa penjahitan. Ini merupakan bentuk nyata dukungan pemerintah terhadap sektor ekonomi kerakyatan.
Inisiatif ini juga memberikan kesempatan bagi para guru untuk lebih dekat dengan budaya lokal, tidak hanya melalui gambar atau pembelajaran di kelas, tetapi juga melalui pengalaman langsung. Dengan mengenakan baju adat, para guru menjadi contoh bagi siswa untuk mencintai dan menghargai warisan budaya daerah.
Langkah Pemkab Kudus ini patut diapresiasi sebagai upaya inovatif dalam pelestarian budaya dan pemberdayaan ekonomi lokal. Semoga inisiatif ini dapat menginspirasi daerah lain untuk melakukan hal serupa.
Meskipun ada tantangan dalam penyesuaian, antusiasme para guru dan dampak positif bagi budaya dan ekonomi lokal menunjukkan keberhasilan program ini. Dengan mengenakan baju adat, para guru tidak hanya mengajar, tetapi juga menjadi duta budaya Kudus.