Bea Cukai Antisipasi Banjir Impor Barang China Akibat Kebijakan Tarif Trump
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menyiapkan langkah antisipasi lonjakan impor barang dari China yang dialihkan akibat kebijakan tarif dagang AS di bawah Presiden Trump, memanfaatkan instrumen BMAD dan BMTP.
Jakarta, 8 Mei 2025 - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah bersiap menghadapi potensi peningkatan impor barang dari China sebagai dampak kebijakan tarif dagang yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Langkah antisipatif ini diambil mengingat adanya indikasi pergeseran arus barang dari AS menuju negara lain, termasuk Indonesia.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, mengungkapkan bahwa modus pengalihan barang impor dari China telah terdeteksi di Eropa. China berupaya menyiasati hambatan tarif dengan mengirimkan barang-barang ke negara lain sebagai transit sebelum masuk ke AS. "Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan antisipasi. Kita punya bea masuk antidumping (BMAD) atau bea masuk tindakan pengamanan (BMTP). Ini disiapkan pemerintah untuk menghadapi pemasukan barang-barang yang sebelumnya dari AS lalu pindah ke Indonesia," jelas Askolani dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR.
Selain mempersiapkan instrumen BMAD dan BMTP, DJBC juga berkolaborasi dengan kementerian/lembaga (K/L) lain untuk melakukan evaluasi dan penyempurnaan kebijakan terkait impor. Masukan dari hasil evaluasi lapangan secara konsisten diberikan oleh Bea Cukai untuk menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait impor.
Antisipasi Impor dan Kinerja Penerimaan Negara
Langkah antisipatif DJBC ini dilakukan seiring dengan pencapaian penerimaan negara hingga Maret 2025 yang mencapai 25 persen dari target APBN. Askolani optimistis target APBN dapat tercapai dengan kebijakan-kebijakan yang tepat dan langkah antisipasi terhadap potensi lonjakan impor. "Dengan kebijakan itu, insya Allah dengan pencapaian penerimaan sampai Maret yang sebesar 25 persen, kami harap target APBN bisa dicapai," ujarnya.
Lebih lanjut, Askolani menjelaskan bahwa Kemenkeu akan menyampaikan laporan outlook anggaran kepada DPR pada pertengahan tahun ini. Laporan tersebut akan mencakup informasi terkini dan komprehensif mengenai penerimaan negara, termasuk kinerja DJBC.
Penerimaan kepabeanan dan cukai hingga Maret 2025 tercatat sebesar Rp77,5 triliun, atau 25,6 persen dari target APBN. Rinciannya, penerimaan bea masuk mencapai Rp11,3 triliun (turun 5,8 persen yoy), bea keluar Rp8,8 triliun (naik 110,6 persen yoy), dan cukai Rp57,4 triliun (naik 5,3 persen yoy).
Faktor Penurunan dan Peningkatan Penerimaan
Penurunan penerimaan bea masuk disebabkan oleh berkurangnya impor beberapa komoditas, seperti beras, gula, dan kendaraan bermotor. Sementara itu, peningkatan utilisasi Free Trade Agreements (FTA) juga menyebabkan penurunan tarif efektif dari 1,39 persen pada 2024 menjadi 1,29 persen pada 2025.
Peningkatan signifikan penerimaan bea keluar didorong oleh bea keluar produk sawit (Rp7,9 triliun) dan bea keluar konsentrat tembaga (Rp807,7 miliar). Sedangkan peningkatan penerimaan cukai dipengaruhi oleh pelunasan maju sebesar Rp4,6 triliun, meskipun produksi pada periode November 2024 hingga Januari 2025 mengalami penurunan 4,5 persen.
DJBC terus memantau perkembangan situasi dan akan melakukan penyesuaian kebijakan sesuai kebutuhan untuk memastikan penerimaan negara tetap optimal dan terhindar dari potensi dampak negatif kebijakan tarif dagang AS.