Dana Pihak Ketiga di Papua Menurun, Namun Kredit Meningkat: Pertumbuhan Ekonomi Tetap Positif?
OJK Papua mencatat penurunan dana pihak ketiga (DPK) pada 2024 sebesar Rp65,3 triliun, namun sektor kredit justru meningkat 5,88 persen secara yoy, mendorong pertumbuhan ekonomi di Papua.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Papua melaporkan penurunan dana pihak ketiga (DPK) pada tahun 2024. Penurunan tersebut mencapai Rp67,7 triliun di tahun sebelumnya menjadi Rp65,3 triliun di tahun 2024, atau sekitar 3,56 persen. Hal ini terjadi di Provinsi Papua, dan penurunan tersebut dikaitkan dengan kebijakan pemerintah daerah yang mempengaruhi jumlah DPK. Meskipun demikian, sektor kredit justru menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Kepala Bagian Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) OJK Papua, Yosua Rinaldy, menjelaskan bahwa penurunan DPK tersebut disebabkan oleh tingginya ketergantungan pada dana dari pemerintah daerah. "Walaupun DPK di wilayah kerja kami mengalami penurunan, akan tetapi sektor kredit yang diberikan justru meningkat sehingga memberikan pertumbuhan ekonomi di Tanah Papua," ujar Yosua dalam keterangannya di Jayapura, Jumat (28/2).
Peningkatan sektor kredit ini menjadi poin penting dalam laporan OJK Papua. Pertumbuhan ekonomi di Papua tetap menunjukkan tren positif meskipun terjadi penurunan DPK. Hal ini menunjukkan adanya dinamika ekonomi yang kompleks di wilayah tersebut, di mana sektor perbankan mampu beradaptasi dan tetap berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan Kredit dan Resiko Kredit yang Terjaga
Data yang dipaparkan Yosua menunjukkan pertumbuhan kredit yang cukup signifikan. Kredit di bank umum meningkat dari Rp54,61 triliun pada Desember 2023 menjadi Rp57,80 triliun pada Desember 2024. Ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,88 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). "Secara yoy pertumbuhan kredit sebesar 5,88 persen sehingga pertumbuhan ini sejalan dengan upaya perbankan untuk membantu pertumbuhan ekonomi di Tanah Papua," jelas Yosua.
Lebih lanjut, Yosua juga menyampaikan kabar positif terkait rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) gross. Angka NPL gross untuk bank umum di Papua tercatat relatif terjaga. Pada Desember 2023, NPL gross berada di angka 2,5 persen, dan menurun menjadi 2,37 persen pada Desember 2024. Penurunan sebesar 0,13 persen ini menunjukkan perbaikan dalam kualitas aset perbankan di Papua.
Meskipun demikian, Yosua mengingatkan bahwa kinerja perbankan di Papua tetap perlu dipantau secara ketat. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor perbankan di Papua relatif stabil dan mampu menghadapi tantangan ekonomi.
Tantangan dan Inovasi Perbankan di Papua
Menyikapi penurunan DPK dan ketergantungan pada dana pemerintah daerah, Yosua menekankan perlunya inovasi di sektor perbankan Papua. Dengan adanya peninjauan ulang anggaran oleh pemerintah, perbankan di Papua didorong untuk tidak lagi bergantung pada dana dari pemerintah daerah saja. "Hanya saja, ia mengingatkan kini dengan kondisi pemerintah yang sedang melakukan meninjau ulang anggaran maka perbankan harus lebih berinovasi sehingga pada 2025 tidak lagi berharap dari Pemda saja melainkan masyarakat," tambahnya.
Tantangan ke depan bagi perbankan di Papua adalah bagaimana meningkatkan daya saing dan menarik minat masyarakat untuk menabung dan berinvestasi di lembaga keuangan lokal. Hal ini memerlukan strategi yang tepat dan terobosan inovatif untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan.
Secara keseluruhan, laporan OJK Papua menunjukkan gambaran yang cukup kompleks. Di satu sisi, penurunan DPK menjadi perhatian serius, namun di sisi lain, pertumbuhan kredit yang positif dan NPL gross yang terjaga menunjukkan resiliensi sektor perbankan di Papua. Ke depan, inovasi dan strategi yang tepat akan menjadi kunci keberhasilan perbankan Papua dalam menghadapi tantangan dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.