Deflasi Februari 2025: Pertama Kali Sejak Maret 2000, Ini Penjelasan BPS
BPS mengumumkan deflasi tahunan 0,09 persen pada Februari 2025, yang pertama kali terjadi sejak Maret 2000, dipengaruhi oleh diskon tarif listrik dan masih tingginya daya beli masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan kabar mengejutkan terkait kondisi ekonomi Indonesia. Untuk pertama kalinya sejak Maret 2000, Indonesia mengalami deflasi tahunan pada Februari 2025. Deflasi sebesar 0,09 persen year-on-year (yoy) ini menjadi sorotan utama, terutama setelah Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, memberikan keterangan resmi pada Senin di Jakarta.
Penjelasan Amalia menjabarkan bahwa deflasi ini terutama disebabkan oleh penurunan harga yang signifikan pada komponen harga diatur pemerintah. Hal ini didorong oleh kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk pelanggan PLN dengan daya 2.200 VA ke bawah selama Januari dan Februari 2025. Diskon ini memberikan kontribusi besar terhadap deflasi tahunan, mencapai 1,77 persen.
Meskipun terjadi deflasi secara keseluruhan, kondisi ini tidak sepenuhnya mencerminkan seluruh sektor ekonomi. Komponen inti dan komponen bergejolak justru masih mengalami inflasi, menunjukkan adanya dinamika harga yang kompleks di pasar Indonesia.
Analisis Deflasi Februari 2025: Dampak Diskon Listrik dan Daya Beli Masyarakat
Komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi yang cukup signifikan, mencapai 9,02 persen yoy. Diskon tarif listrik menjadi faktor dominan di balik penurunan ini. Namun, Amalia menekankan bahwa daya beli masyarakat tetap terjaga, ditunjukkan oleh inflasi pada komponen inti sebesar 2,48 persen yoy. Komponen inti, yang memberikan andil inflasi terbesar (1,58 persen), umumnya dianggap sebagai indikator daya beli masyarakat.
Lebih lanjut, Amalia menjelaskan bahwa sejumlah komoditas pangan dan tembakau masih mengalami inflasi tahunan. Komoditas tersebut antara lain cabai rawit, bawang putih, kangkung, bawang merah, ikan segar, minyak goreng, kopi bubuk, sigaret kretek tangan (SKT), dan sigaret kretek mesin (SKM). Inflasi pada komoditas ini berkontribusi pada inflasi komponen harga bergejolak sebesar 0,56 persen yoy, meskipun andilnya terhadap inflasi tahunan relatif kecil (0,10 persen).
Data BPS juga menunjukkan deflasi bulanan sebesar 0,48 persen month-to-month (mtm) pada Februari 2025. Indeks Harga Konsumen (IHK) turun dari 105,99 pada Januari menjadi 105,48 pada Februari. Secara tahun kalender (year-to-date/ytd), deflasi mencapai 1,24 persen.
Perbandingan dengan Deflasi Maret 2000
Kepala BPS membandingkan deflasi Februari 2025 dengan deflasi terakhir yang tercatat pada Maret 2000. Pada Maret 2000, deflasi mencapai 1,10 persen yoy, didominasi oleh kelompok bahan makanan. Perbedaan penyebab deflasi antara kedua periode ini menunjukkan perubahan signifikan dalam struktur ekonomi Indonesia.
Deflasi Februari 2025 didorong oleh kebijakan pemerintah terkait tarif listrik, sementara deflasi Maret 2000 lebih dipengaruhi oleh fluktuasi harga bahan makanan. Perbedaan ini menunjukkan kompleksitas faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dan deflasi di Indonesia.
Meskipun terjadi deflasi, perlu diingat bahwa kondisi ini tidak merata di semua sektor. Inflasi pada komponen inti dan bergejolak menunjukkan adanya tantangan yang masih perlu diatasi pemerintah untuk menjaga stabilitas harga secara menyeluruh.
Kesimpulannya, deflasi Februari 2025 merupakan fenomena yang kompleks dan perlu dianalisis lebih lanjut untuk memahami implikasinya terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Pemerintah perlu terus memantau perkembangan harga komoditas dan mengantisipasi potensi gejolak di masa mendatang.