DPR Minta PLN Jelaskan Transparansi Subsidi Listrik Setelah Lonjakan Tagihan
Anggota Komisi VI DPR, Mufti Anam, mendesak PLN untuk menjelaskan mekanisme subsidi listrik dan transparansi tagihan setelah banyak masyarakat mengeluhkan lonjakan biaya listrik.
Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, menyoroti keluhan masyarakat terkait lonjakan tagihan listrik setelah berakhirnya subsidi 50 persen untuk pelanggan daya 2.200 VA ke bawah pada bulan Maret 2025. Lonjakan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi kebijakan tarif listrik dan efektivitas komunikasi publik dari PLN.
Mufti meminta PLN untuk menjelaskan secara rinci mekanisme subsidi listrik, termasuk syarat dan durasi berlakunya. Ia menekankan pentingnya konsistensi informasi yang disampaikan kepada publik agar tidak menimbulkan kebingungan dan keresahan di masyarakat. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas banyaknya laporan masyarakat yang mengaku tagihan listriknya meningkat drastis tanpa adanya peningkatan pemakaian listrik yang signifikan.
Lebih lanjut, Mufti juga mempertanyakan klaim PLN terkait kenaikan tarif listrik akibat pemakaian. Ia meminta PLN untuk membuka data riil konsumsi listrik dan memberikan layanan audit pemakaian listrik secara transparan kepada pelanggan. Hal ini penting untuk memastikan keadilan dan menghindari potensi manipulasi data.
Transparansi dan Audit Pemakaian Listrik
Mufti Anam menilai, kenaikan drastis tagihan listrik berdampak signifikan terhadap daya beli dan kondisi sosial ekonomi rumah tangga, khususnya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas dari PLN menjadi sangat penting.
Ia meminta PLN untuk membuka data riil dan memberikan layanan audit pemakaian listrik secara transparan kepada pelanggan. Dengan demikian, masyarakat dapat memahami dan memverifikasi tagihan listrik mereka.
Selain itu, Mufti juga menyoroti pentingnya evaluasi terhadap layanan PLN Mobile. Meskipun aplikasi ini dirancang untuk memantau penggunaan listrik, masih banyak pelanggan yang belum familier atau tidak mendapatkan edukasi memadai terkait cara membaca dan mengevaluasi riwayat pemakaian listrik mereka.
Menurut Mufti, digitalisasi layanan harus diimbangi dengan literasi digital yang merata agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi tersebut secara efektif.
Evaluasi Kebijakan dan Peningkatan Layanan
Mufti meminta Kementerian ESDM untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh atas dampak kebijakan pencabutan diskon listrik. Evaluasi ini harus mencakup aspek transparansi informasi publik dan memastikan konsistensi data yang disampaikan kepada masyarakat.
Komisi VI DPR mendorong PLN untuk mengkaji ulang sistem tarif dan pengawasan publik terhadapnya. PLN juga diminta untuk membuka forum pengaduan dan klarifikasi secara aktif untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat.
Sebagai solusi, PLN juga perlu menyediakan opsi audit pemakaian listrik tanpa membebani pelanggan. Hal ini akan memberikan rasa keadilan dan kepercayaan masyarakat terhadap PLN.
Mufti menekankan pentingnya kehadiran negara tidak hanya dalam bentuk subsidi sesaat, tetapi melalui kebijakan energi yang berkelanjutan, transparan, dan berpihak pada rakyat, terutama kelompok rentan.
Sebelumnya, Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL PLN Gregorius Adi Trianto menjelaskan bahwa per tanggal 1 Maret 2025, tarif listrik berlaku normal sesuai dengan ketetapan tarif adjustment triwulan I tahun 2025.
Dengan adanya tuntutan transparansi dari DPR ini, diharapkan PLN dapat memberikan penjelasan yang memuaskan kepada masyarakat dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap perusahaan listrik negara tersebut.