Ekonom: Deflasi Bukan Tanda Daya Beli Melemah, Ini Indikator Pentingnya!
Kepala Ekonom PermataBank Josua Pardede menjelaskan beberapa indikator kunci untuk menilai daya beli masyarakat Indonesia, sekaligus menanggapi pernyataan Menkeu terkait deflasi.
Jakarta, 13 Maret 2025 - Deflasi yang terjadi beberapa bulan terakhir di Indonesia bukan sepenuhnya cerminan dari melemahnya daya beli masyarakat. Hal ini ditegaskan oleh Kepala Ekonom PermataBank, Josua Pardede, yang menjelaskan bahwa beberapa faktor lain turut berperan, terutama intervensi pemerintah. Pernyataan ini menanggapi isu yang berkembang seputar daya beli masyarakat Indonesia di awal tahun 2025.
Josua Pardede memaparkan sejumlah indikator penting yang perlu diperhatikan untuk menilai daya beli secara komprehensif. Indikator tersebut antara lain indeks penjualan ritel, pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi inti, pertumbuhan kredit konsumsi, dan survei keyakinan konsumen (IKK). Menurutnya, inflasi inti menjadi indikator yang sangat krusial karena mencerminkan kondisi fundamental permintaan domestik tanpa dipengaruhi oleh fluktuasi harga pangan atau kebijakan pemerintah yang bersifat sementara.
Lebih lanjut, Josua sependapat dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yang menyatakan bahwa deflasi yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh intervensi pemerintah melalui kebijakan harga yang diatur pemerintah (administered price), seperti diskon tarif listrik pada Januari-Februari 2025. "Hal ini tercermin dari inflasi administered price yang mengalami deflasi signifikan akibat program diskon listrik temporer," ujarnya.
Analisis Data BPS dan Indikator Daya Beli
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Januari 2025 mengalami deflasi 0,76 persen (mtm), dan secara tahunan (yoy) inflasi IHK menurun menjadi 0,76 persen. Program diskon tarif listrik menjadi faktor utama deflasi bulanan tersebut. Tren serupa berlanjut pada Februari 2025, dengan deflasi 0,48 persen (mtm) dan deflasi tahunan 0,09 persen (yoy), yang juga dipengaruhi oleh diskon tarif listrik.
Kelompok administered prices mencatat deflasi signifikan, yakni 7,38 persen (mtm) pada Januari dan 2,65 persen (mtm) pada Februari 2025. Meskipun deflasi pada Februari tidak sedalam Januari, dampak kebijakan pemerintah tetap terlihat jelas. Josua menilai daya beli masyarakat pada awal 2025 masih terjaga, meskipun ada tekanan tertentu yang terlihat dari pelemahan penerimaan pajak.
Meskipun penurunan penerimaan pajak sebagian disebabkan oleh kebijakan teknis perpajakan, seperti klaim lebih bayar akibat penerapan Tarif Efektif Rata-rata (TER) PPh Pasal 21, hal ini tetap perlu diwaspadai sebagai sinyal awal tekanan pada pendapatan riil masyarakat. Namun, indikator positif lain seperti pertumbuhan konsumsi listrik di sektor industri, peningkatan penjualan kendaraan bermotor, dan Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia yang ekspansif (53,6 pada Februari 2025) menunjukkan aktivitas ekonomi domestik yang relatif kuat.
Prospek Daya Beli Maret 2025 dan Ke Depan
Josua memprediksi peningkatan daya beli masyarakat secara temporer pada Maret 2025, didorong oleh faktor musiman Ramadhan, stimulus pemerintah seperti diskon tarif tol dan tiket pesawat, serta pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) ASN dan pekerja swasta. "Sehingga, sepanjang Maret 2025, daya beli masyarakat diproyeksikan membaik dibanding awal tahun, meskipun masih akan bergantung pada efektivitas kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga pangan dan barang pokok lainnya," katanya.
Menkeu Sri Mulyani juga sebelumnya telah menegaskan bahwa deflasi lebih disebabkan oleh intervensi pemerintah, bukan penurunan permintaan. Kebijakan pemerintah seperti penurunan harga tiket pesawat melalui insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP), diskon listrik 50 persen pada dua bulan pertama 2025, diskon tarif tol, penyesuaian harga tiket transportasi, dan program mudik gratis berkontribusi pada penurunan harga yang tercatat.
Kesimpulannya, memahami daya beli masyarakat Indonesia membutuhkan analisis menyeluruh terhadap berbagai indikator ekonomi. Meskipun deflasi terjadi, hal tersebut tidak serta merta menunjukkan penurunan daya beli, melainkan juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Pemantauan indikator-indikator kunci dan efektivitas kebijakan pemerintah akan sangat menentukan daya beli masyarakat ke depannya.