Eks Kadisparpora Serang Divonis 2,5 Tahun Penjara Kasus Korupsi Stadion Maulana Yusuf
Mantan Kepala Dinas Pariwisata Kepemudaan dan Olahraga Kota Serang, Sarnata, divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta terkait korupsi sewa lahan Stadion Maulana Yusuf, kerugian negara mencapai Rp475 juta.
Mantan Kepala Dinas Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga (Kadisparpora) Kota Serang, Sarnata (57), telah divonis 2 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Serang. Vonis dibacakan pada Selasa malam di Pengadilan Negeri Serang. Kasus ini melibatkan penyewaan lahan Stadion Maulana Yusuf yang merugikan negara hingga ratusan juta rupiah. Sarnata terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Serang yang meminta hukuman 5 tahun penjara dan uang pengganti (UP) sebesar Rp107 juta. Namun, karena tidak ada bukti aliran dana ke kantong Sarnata, hakim tidak menjatuhkan pidana UP. Sarnata juga dihukum denda Rp200 juta subsider 3 bulan penjara. Majelis Hakim menyatakan bahwa peran Sarnata sebagai Kadisparpora menyebabkan sewa lahan Stadion Maulana Yusuf tidak sesuai perhitungan kantor jasa penilai publik (KJPP), mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp475 juta setelah dikurangi pembayaran Rp7 juta dari pihak penyewa.
Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Perbuatan Sarnata dinilai tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Namun, sebagai hal yang meringankan, Sarnata belum pernah dihukum sebelumnya. Baik Sarnata maupun JPU menyatakan akan pikir-pikir terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk banding atau tidak. "Pikir-pikir dulu yang mulia," ujar Sarnata usai mendengarkan vonis.
Kronologi Kasus Korupsi Sewa Lahan Stadion Maulana Yusuf
Sarnata menjadi terdakwa bersama pihak swasta, Basyar Alhafi, yang merupakan keponakan mantan Wali Kota Serang Syafrudin. Kasus bermula pada 12 Juni 2023, ketika Basyar mengajukan permohonan sewa lahan kepada Wali Kota Serang, yang kemudian diteruskan kepada Sarnata. Sarnata kemudian melakukan perjanjian kerja sama (PKS) dengan Basyar tanpa melalui prosedur yang benar. Seharusnya, pihak ketiga harus membayar sewa minimal dua hari sebelum penandatanganan PKS.
Namun, kenyataannya uang sewa tidak dibayarkan, sehingga tidak ada pemasukan ke rekening kas umum daerah sesuai perhitungan KJPP senilai Rp483 juta. Hingga 9 Agustus 2024, Basyar telah membangun 71 kios dengan biaya sewa Rp12 juta per lima tahun, mengumpulkan Rp456,7 juta. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp564 juta akibat penandatanganan kerja sama yang tidak sesuai dengan hasil perhitungan KJPP, sehingga harga sewa tidak sesuai peraturan.
Proses hukum ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset pemerintah. Ketidakpatuhan terhadap prosedur dan perhitungan yang tidak sesuai aturan telah mengakibatkan kerugian negara yang signifikan. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Detail Kerugian Negara:
- Kerugian negara awal berdasarkan perhitungan KJPP: Rp483 juta
- Pembayaran dari Basyar ke Pemkot Serang: Rp7 juta
- Kerugian negara setelah dikurangi pembayaran: Rp475 juta
- Perkiraan kerugian negara total akibat penandatanganan kerja sama yang tidak sesuai: Rp564 juta
Kasus ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar selalu mematuhi aturan dan prosedur yang berlaku dalam pengelolaan aset negara. Transparansi dan akuntabilitas merupakan kunci untuk mencegah terjadinya korupsi dan memastikan penggunaan dana negara yang efektif dan efisien.