Kades Kohod Bantah Tuduhan Pembangunan Pagar Laut, Denda Rp48 Miliar Dipertanyakan
Kepala Desa Kohod membantah tuduhan pembangunan pagar laut ilegal dan mempertanyakan dasar hukum denda Rp48 miliar yang dijatuhkan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Polemik pembangunan pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten, memasuki babak baru. Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin, melalui kuasa hukumnya, Yunihar, membantah tuduhan yang dilayangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan mempertanyakan dasar hukum denda administratif sebesar Rp48 miliar yang dijatuhkan kepada kliennya. Pernyataan ini muncul setelah Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, memberikan ultimatum 30 hari kepada Kades Kohod untuk melunasi denda tersebut. Kasus ini melibatkan aparat penegak hukum dari Bareskrim Polri, menambah kompleksitas permasalahan yang tengah dihadapi Kades Kohod.
Yunihar, kuasa hukum Kades Arsin, menyatakan bahwa sangkaan terhadap kliennya tidak berdasar dan relevan. Ia menegaskan bahwa hingga saat ini, pihaknya belum menerima surat penetapan tersangka dari KKP terkait kasus pemagaran laut tersebut. "Tanggapan kami bahwa pernyataan Menteri KKP tidak mendasar. Semua yang disampaikan yang terhormat Menteri KKP," ujar Yunihar di Tangerang, Sabtu. Ketidakjelasan informasi ini membuat pihak Kades Kohod kesulitan memberikan tanggapan lebih lanjut sebelum menerima surat resmi penetapan tersangka.
Meskipun demikian, Yunihar menyatakan tetap menghormati keputusan dan kewenangan KKP. Namun, ia menekankan bahwa kliennya belum menerima pemberitahuan resmi dan hanya mengetahui informasi tersebut melalui pemberitaan media. "Sekalipun demikian kami hargai sebagai tupoksi beliau. Tapi hingga hari ini klien kami belum tahu dan belum menerima pemberitahuan resminya, kami tahu nya dari berita, jika pemberitahuan resminya sudah kami terima akan kami sampaikan dan diskusikan dengan klien mengingat klien saat ini di dalam tahanan," jelasnya. Kondisi Kades Arsin yang saat ini ditahan semakin memperumit upaya klarifikasi dan penyelesaian kasus ini.
Tanggapan Kades Kohod dan Pihak KKP
Pernyataan Menteri Trenggono yang memberikan batas waktu 30 hari bagi Kades Kohod untuk membayar denda Rp48 miliar menjadi sorotan utama. Menteri Trenggono menyampaikan hal tersebut dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, saat anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan mendalami kasus pagar laut Tangerang. Trenggono juga mengungkapkan keterlibatan Bareskrim Polri dalam proses pemeriksaan sejumlah pihak yang diduga terlibat. Namun, ia menolak berkomentar lebih lanjut mengenai kemungkinan adanya dalang di balik kasus ini, dengan alasan hal tersebut berada di luar kewenangan KKP. "Itu ranahnya bukan di KKP," tegas Trenggono.
Perbedaan narasi antara pihak Kades Kohod dan KKP menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan proses hukum yang sedang berjalan. Pihak Kades Kohod mempertanyakan dasar hukum denda yang begitu besar dan belum menerima surat resmi penetapan tersangka. Sementara itu, KKP telah menetapkan batas waktu pembayaran denda dan melibatkan Bareskrim Polri dalam investigasi. Ketidakjelasan informasi ini membuat publik semakin bertanya-tanya mengenai duduk perkara sebenarnya.
Ketidaksesuaian informasi ini menimbulkan pertanyaan akan proses hukum yang sedang berjalan. Apakah ada bukti yang cukup untuk menjustifikasi denda sebesar Rp48 miliar? Bagaimana proses penetapan denda tersebut dilakukan? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab secara transparan agar publik dapat memahami duduk perkara sebenarnya. Kejelasan informasi sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum.
Proses Hukum dan Investigasi
Keterlibatan Bareskrim Polri dalam investigasi menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani kasus ini. Namun, transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum sangat penting untuk memastikan keadilan ditegakkan. Pihak Kades Kohod berhak mendapatkan akses informasi yang lengkap dan proses hukum yang adil. Publik juga berhak mengetahui perkembangan kasus ini secara transparan.
Proses hukum yang transparan dan akuntabel akan membantu mencegah kesalahpahaman dan memastikan bahwa semua pihak mendapatkan perlakuan yang adil. Kejelasan informasi akan membantu membangun kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum dan mencegah spekulasi yang tidak bertanggung jawab. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas dan kondusivitas di masyarakat.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Proses hukum yang adil dan transparan akan memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga penegak hukum.
Ke depannya, diharapkan agar semua pihak dapat bekerja sama untuk mengungkap kebenaran dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum sangat penting untuk mencegah kesalahpahaman dan membangun kepercayaan publik.
Dengan adanya perbedaan narasi antara pihak Kades Kohod dan KKP, diharapkan adanya investigasi yang lebih mendalam dan transparan untuk mengungkap fakta sebenarnya. Publik menantikan kejelasan terkait dasar hukum denda Rp48 miliar dan proses penetapan tersangka.