Kasus Suap Ronald Tannur: Ibunda Ungkap Permintaan Uang dari Pengacara untuk "Hilangkan" Kasus
Ibunda Ronald Tannur, Meirizka, mengungkapkan pengacara anaknya, Lisa Rachmat, meminta uang untuk menghilangkan kasus pembunuhan yang melibatkan Ronald; kasus ini juga menyeret mantan pejabat MA, Zarof Ricar.
Pengadilan Tipikor Jakarta menjadi saksi bisu terungkapnya dugaan suap dalam kasus pembunuhan yang melibatkan Ronald Tannur. Meirizka Widjaja Tannur, ibunda Ronald, mengungkapkan fakta mengejutkan saat bersaksi sebagai saksi mahkota pada Rabu. Ia menyatakan bahwa Lisa Rachmat, pengacara anaknya, pernah meminta sejumlah uang untuk 'melenyapkan' kasus tersebut secara bertahap, mulai dari tahap penyidikan.
Permintaan uang tersebut, menurut kesaksian Meirizka, disampaikan sekitar tanggal 10 Oktober 2023. Uang tersebut rencananya akan diberikan kepada sejumlah pihak yang tidak disebutkan secara spesifik oleh Lisa Rachmat. Keengganan Lisa Rachmat untuk menjabarkan pihak penerima uang tersebut menimbulkan pertanyaan besar terkait transparansi dan tujuan sebenarnya dari permintaan tersebut.
Menariknya, Meirizka mengaku telah membicarakan permintaan tersebut dengan suaminya. Namun, sang suami menolak keras ide tersebut, menekankan pentingnya mengikuti jalur hukum yang berlaku. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan dalam keluarga Tannur terkait upaya penyelesaian kasus ini. Pernyataan suami Meirizka, "Jangan aneh-aneh, jangan kasih-kasih begitu, ikuti saja jalurnya," menunjukkan penolakan terhadap cara-cara yang tidak etis dan tidak sesuai prosedur hukum.
Sidang Kasus Suap dan Dakwaan Terhadap Para Terdakwa
Meirizka sendiri menjadi saksi dalam sidang yang melibatkan dua terdakwa lainnya: mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, dan Lisa Rachmat. Zarof Ricar didakwa melakukan pemufakatan jahat dengan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim senilai Rp5 miliar, serta menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan emas 51 kilogram selama menjabat di MA. Dugaan ini terkait dengan upaya mempengaruhi putusan perkara-perkara di MA antara tahun 2012-2022.
Pemufakatan jahat tersebut diduga dilakukan bersama Lisa Rachmat untuk menyuap hakim ketua Soesilo dalam perkara kasasi Ronald Tannur pada tahun 2024. Dakwaan terhadap Zarof Ricar didasarkan pada Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Meirizka sendiri didakwa memberikan suap sebesar Rp4,67 miliar kepada tiga hakim di Pengadilan Negeri Surabaya untuk membebaskan anaknya. Lisa Rachmat juga didakwa memberikan suap senilai Rp4,67 miliar kepada hakim di PN Surabaya dan Rp5 miliar kepada hakim di MA. Suap tersebut diduga bertujuan untuk mempengaruhi putusan perkara Ronald Tannur di tingkat pertama dan kasasi, agar ia mendapatkan vonis bebas.
Ancaman pidana yang dihadapi Meirizka adalah Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Lisa Rachmat terancam pidana berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a jo Pasal 18 dan Pasal 15 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Konteks Kasus dan Implikasinya
Kesaksian Meirizka membuka babak baru dalam pengungkapan kasus suap ini. Permintaan uang oleh Lisa Rachmat kepada Meirizka menunjukkan adanya upaya untuk mempengaruhi proses hukum di luar jalur yang semestinya. Kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem peradilan. Proses hukum yang seharusnya berjalan adil dan bersih, tercoreng oleh dugaan suap yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pengacara, hingga pejabat MA.
Pernyataan suami Meirizka yang menolak tawaran tersebut juga memberikan gambaran mengenai adanya pihak yang masih memegang teguh prinsip keadilan dan menolak intervensi dalam proses hukum. Namun, kasus ini tetap menjadi sorotan tajam, menuntut penegakan hukum yang tegas dan transparan agar kepercayaan publik terhadap sistem peradilan tetap terjaga. Pengungkapan fakta-fakta baru dalam persidangan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Kasus ini menjadi pengingat penting akan pentingnya integritas dan profesionalisme dalam sistem peradilan. Upaya untuk mempengaruhi putusan pengadilan melalui suap merupakan tindakan yang sangat merugikan dan merusak sendi-sendi keadilan. Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak agar senantiasa menjunjung tinggi hukum dan keadilan.