Kemenag NTB Desak Penindakan Tegas Pelaku Pelecehan Santriwati di Lombok Barat
Kemenag NTB mendesak aparat penegak hukum menindak tegas pelaku pelecehan santriwati di Lombok Barat dan mengevaluasi pondok pesantren terkait.
Mataram, 23 April 2024 - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Nusa Tenggara Barat (NTB), Zamroni Azis, mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku pelecehan seksual terhadap santriwati di sebuah pondok pesantren di Kabupaten Lombok Barat. Peristiwa ini mengejutkan publik dan mencoreng citra lembaga pendidikan di NTB. Peristiwa tersebut terungkap setelah laporan masyarakat diterima, termasuk melalui media sosial. Kemenag NTB telah berkoordinasi dengan Kemenag Pusat dan lembaga perlindungan anak untuk menindaklanjuti kasus ini berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual pada Anak.
Kemenag NTB mengaku telah melakukan pengawasan maksimal melalui penyuluhan di berbagai pondok pesantren, melibatkan kepolisian dan pemerhati anak. Penyuluhan rutin dilakukan setiap tahun, namun kasus ini tetap terjadi. Zamroni Azis menyatakan, "Kita hampir setiap tahun ada khalaqah yang mengundang seluruh pimpinan ponpes menghadirkan semua elemen yang ada termasuk pemerhati anak, Polda, dan Kemenag untuk mengumpulkan seluruh pimpinan ponpes untuk menyampaikan penyuluhan-penyuluhan bagaimana layanan terbaik, termasuk layanan untuk anak-anak kita, santri di masing-masing ponpes. Tetapi hari ini, memang kami juga baru menerima informasi itu pun melalui media sosial." Meskipun demikian, Kemenag NTB tetap berkomitmen untuk menindak tegas pelaku dan mengevaluasi pondok pesantren tersebut.
Langkah tegas akan diambil terhadap pondok pesantren yang terbukti terlibat. "Kalau memang yang bersangkutan sudah terbukti melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Termasuk juga di dalamnya kami evaluasi ponpes-nya. Karena nanti ada sanksi yang kami laksanakan sesuai regulasi yang ada," tegas Zamroni Azis. Sanksi yang akan diberikan beragam, mulai dari teguran lisan, pencabutan hak, penutupan sementara, hingga pencabutan izin operasional pondok pesantren. Kemenag NTB juga telah membentuk Satgas di tingkat kabupaten/kota untuk mencegah pelecehan seksual terhadap santri, melibatkan berbagai elemen, termasuk aparat penegak hukum. Namun, keterbatasan akses ke dalam pengelolaan pondok pesantren swasta menjadi tantangan tersendiri.
Penanganan Kasus dan Evaluasi Ponpes
Polresta Mataram telah mengamankan seorang ustadz sebagai terduga pelaku pelecehan seksual terhadap puluhan santriwati sejak tahun 2016 hingga 2023. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Mataram, AKP Regi Halili, menyatakan, "Untuk sementara terduga pelaku masih kami amankan terlebih dahulu dengan menimbang situasi keamanan apabila yang bersangkutan dipulangkan." Kasus ini menjadi sorotan dan menggarisbawahi pentingnya perlindungan anak di lingkungan pondok pesantren. Kemenag NTB menekankan komitmennya untuk menindak tegas pelaku dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pondok pesantren terkait, guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Proses evaluasi akan dilakukan sesuai regulasi yang berlaku, dengan sanksi yang diberikan disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang ditemukan.
Kemenag NTB mengakui adanya kendala dalam pengawasan internal pondok pesantren karena statusnya sebagai lembaga swasta. Meskipun demikian, Kemenag NTB tetap berupaya untuk memberikan penyuluhan dan pengawasan secara berkala. "Tapi yang jelas kita minta APH menindak tegas pada yang bersangkutan. Terkait ponpes, kami akan tindak tegas sesuai regulasi yang ada. Kami akan turun, teguran lisan, mencabut haknya," kata Zamroni Azis. Pihaknya berharap agar kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan dan perlindungan terhadap santriwati.
Meskipun telah membentuk Satgas dan melakukan penyuluhan rutin, kasus ini menunjukkan perlunya peningkatan pengawasan dan kerjasama yang lebih erat antara Kemenag, aparat penegak hukum, dan lembaga perlindungan anak. Kemenag NTB berkomitmen untuk terus memperkuat upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren. Langkah-langkah yang lebih komprehensif perlu dipertimbangkan untuk memastikan perlindungan maksimal bagi para santri.
Kejadian ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pondok pesantren. Masyarakat diharapkan untuk turut aktif dalam melaporkan setiap dugaan kasus kekerasan seksual agar dapat ditangani secara cepat dan tepat. Perlindungan anak merupakan tanggung jawab bersama, dan semua pihak harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi para santri.
Kesimpulan
Kasus pelecehan seksual terhadap santriwati di Lombok Barat ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan anak di lingkungan pendidikan agama. Kemenag NTB dan aparat penegak hukum berkomitmen untuk menindak tegas pelaku dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan di pondok pesantren. Upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual membutuhkan kerjasama yang lebih kuat dari semua pihak.