Kolaborasi Jaga Orang Utan Kalbar: Strategi Selamatkan Dua Subspesies yang Terancam Punah
Upaya kolaboratif pemerintah, LSM, dan masyarakat di Kalimantan Barat untuk melindungi dua subspesies orang utan yang terancam punah, Pongo pygmaeus pygmaeus dan Pongo pygmaeus wurmbii, melalui strategi konservasi yang komprehensif.
Hutan Kalimantan Barat menyimpan kekayaan hayati yang luar biasa, termasuk dua subspesies orang utan yang terancam punah: Pongo pygmaeus pygmaeus dan Pongo pygmaeus wurmbii. Populasi keduanya terancam oleh laju investasi pertambangan dan perkebunan yang menyebabkan fragmentasi habitat. Upaya konservasi kini membutuhkan strategi yang lebih komprehensif dan kolaboratif, melibatkan berbagai pihak untuk memastikan kelangsungan hidup kedua subspesies ini.
Berdasarkan kajian Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) tahun 2016, populasi Pongo pygmaeus pygmaeus tercatat sebanyak 2.630 individu, sedangkan Pongo pygmaeus wurmbii mencapai 6.580 individu. Meskipun angka ini terbilang signifikan, namun habitat yang terfragmentasi dan populasi yang tidak besar tetap menjadi ancaman serius. Ketua Forum Konservasi Orangutan Indonesia (Forina), Aldrianto Priadjati, menekankan pentingnya standar operasional prosedur (SOP) yang seragam dalam upaya penyelamatan, translokasi, rehabilitasi, dan pelepasliaran orang utan.
"Penting ada standar yang seragam. Termasuk kapan individu bisa dilepasliarkan dan bagaimana pemantauan pasca-pelepasliaran. Jangan sampai dilepas, lalu dibiarkan," ujar Aldrianto. Proses pelepasliaran membutuhkan perhatian khusus karena orang utan yang telah hidup dalam karantina manusia perlu belajar kembali beradaptasi dengan habitat alaminya. Upaya konservasi tidak hanya terbatas di kawasan hutan lindung, melainkan harus menjangkau area-area di luar kawasan lindung, seperti perkebunan dan lahan milik penduduk.
Upaya Kolaboratif Menyelamatkan Orang Utan
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat menggelar Forum Group Discussion (FGD) yang melibatkan pemerintah, LSM, akademisi, dan komunitas lokal untuk merumuskan strategi konservasi yang lebih efektif dan berkelanjutan. Direktur Program Kehutanan dan Satwa Liar WWF Indonesia, Muhammad Ali Imron, menegaskan komitmen lembaganya dalam mendukung program pemerintah dengan pendekatan lanskap yang menyeluruh. "Ada banyak orang utan hidup di lanskap yang tak dilindungi. Kita bantu pemerintah menjangkau mereka juga," ujarnya.
Kepala BKSDA Kalbar, R. Wiwied Widodo, menyatakan bahwa FGD tersebut merupakan wujud komitmen dalam menjaga keberlangsungan hidup orang utan Kalimantan Barat. BKSDA Kalbar saat ini tengah menyusun dokumen verifikasi dan validasi data orang utan untuk menentukan arah kebijakan konservasi di masa depan. FGD Regional akan digelar untuk memaparkan hasil survei lapangan periode 2022-2025 dan merumuskan langkah-langkah aksi, termasuk penguatan sinergi antar pemangku kepentingan dan penajaman strategi konservasi.
Dalam FGD tersebut, diharapkan dapat dirumuskan strategi yang komprehensif untuk mengatasi perambahan hutan, perdagangan satwa ilegal, dan konflik manusia-satwa liar. Hal ini penting mengingat kedua subspesies orang utan tersebut berstatus critically endangered (CR) menurut IUCN.
Teknologi dan Peran Dunia Usaha dalam Konservasi
Direktur Jenderal KSDAE, Satyawan Pudyatmoko, menekankan pentingnya perlindungan habitat dan pencegahan perdagangan ilegal sebagai tantangan utama. Sejak 2006 hingga 2024, sebanyak 91 individu orang utan korban perdagangan ilegal telah dipulangkan ke Indonesia. Teknologi digital, seperti kamera jebak dan drone, kini dimanfaatkan untuk inventarisasi keanekaragaman hayati, pemantauan habitat, dan mitigasi konflik.
Peran dunia usaha juga sangat penting dalam upaya konservasi. Praktik bisnis berkelanjutan, restorasi habitat, dan edukasi bagi karyawan dan masyarakat dapat berkontribusi signifikan. Dengan strategi yang berbasis data, kolaborasi yang kuat, dan langkah konkret di lapangan, upaya melindungi orang utan di Kalimantan Barat diharapkan dapat berhasil.
Upaya perlindungan orang utan ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan LSM, melainkan tanggung jawab bersama seluruh pemangku kepentingan. Dengan komitmen jangka panjang dan sinergi yang kuat, Kalimantan Barat dapat menjadi contoh dalam menjaga keanekaragaman hayati dan kelestarian lingkungan.