Komjak RI: Memiskinkan Koruptor Lebih Efektif daripada Hukuman Mati
Ketua Komisi Kejaksaan RI menyatakan bahwa memiskinkan koruptor lebih efektif daripada hukuman mati dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Solo, 17 Maret 2024 (ANTARA) - Komisi Kejaksaan RI (Komjak) baru-baru ini menyatakan bahwa memiskinkan koruptor terbukti lebih efektif daripada hukuman mati dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Ketua Komjak RI, Pujiyono Suwadi, di Solo, Jawa Tengah.
Menurut Pujiyono, hukuman mati tidak memberikan efek jera yang signifikan bagi para koruptor. Ia menekankan bahwa kekhawatiran utama para koruptor bukanlah hukuman penjara, melainkan kehilangan aset dan kekayaan yang telah mereka kumpulkan secara ilegal. Hal ini diperkuat dengan observasi negara-negara dengan Corruption Perceptions Index (CPI) rendah yang umumnya telah menghapus hukuman mati sebagai sanksi bagi koruptor.
Lebih lanjut, Pujiyono menjelaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya berfokus pada penjatuhan hukuman kepada pelaku, tetapi juga pada pencegahan korupsi di masa mendatang. Memiskinkan koruptor, diyakini dapat memberikan efek jera yang lebih kuat dan mencegah tindakan korupsi serupa terjadi lagi.
Kendala Hukum dan Proses Penyitaan Aset
Meskipun Komjak RI mendorong upaya memiskinkan koruptor, Pujiyono mengakui adanya kendala hukum yang menghambat proses penyitaan aset. Hingga saat ini, Undang-Undang Perampasan Aset masih dalam proses pengesahan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sebagai solusi sementara, Kejaksaan memanfaatkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk melakukan penyitaan aset. Namun, UU Perampasan Aset dinilai lebih efektif dan memberikan kewenangan yang lebih luas kepada penyidik.
Pujiyono menjelaskan, "Selama ini kita terkendala kewenangan penyitaan. Bahkan beberapa kewenangan penyitaan tidak mengarah ke kasusnya. Jadi, pidana pokoknya, tracking money mengarah ke sana, tetapi pidana pokok tidak mengarah ke sana."
Ia juga menyoroti kompleksitas penyitaan aset yang berada di luar negeri. Proses penyitaan tersebut memerlukan izin dari Kementerian Hukum dan HAM, yang menyebabkan proses birokrasi yang panjang dan berbelit.
Perlu Peningkatan Efisiensi Penyitaan Aset Luar Negeri
Ketua Komjak RI menyayangkan lambannya proses penyitaan aset yang berada di luar negeri. Proses ini membutuhkan izin dari Kementerian Hukum dan HAM, berbeda dengan beberapa negara lain yang telah memberikan kewenangan tersebut langsung kepada kejaksaan.
Pujiyono menjelaskan, "Izin penyitaan aset kalau di luar negeri, kejaksaan tidak bisa melakukan langsung, harus lewat Kementerian Hukum, proses birokrasi dan administrasi kan lama." Hal ini menyebabkan banyak koruptor yang dengan mudah melarikan aset mereka ke luar negeri.
Ia berharap agar mekanisme penyitaan aset di luar negeri dapat lebih efisien dan efektif. Indonesia perlu meniru beberapa negara lain yang telah memberikan kewenangan central authority langsung kepada kejaksaan, sehingga proses penyitaan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tanpa hambatan birokrasi yang berlarut-larut.
Dengan demikian, penyitaan aset di luar negeri dapat lebih efektif dilakukan tanpa melewati proses birokrasi yang lama. Perbaikan sistem dan regulasi terkait penyitaan aset, baik di dalam maupun luar negeri, sangat penting untuk mendukung upaya memiskinkan koruptor dan menciptakan efek jera yang lebih optimal.