Korupsi SPPD Fiktif di Bengkulu Utara: Dua Tersangka Ditahan
Kejari Bengkulu Utara menetapkan dua tersangka korupsi SPPD fiktif di DPRD Bengkulu Utara tahun 2023, dengan kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu Utara menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bengkulu Utara tahun anggaran 2023. Kedua tersangka, yang telah ditahan, diduga terlibat dalam perjalanan dinas ganda dan fiktif yang merugikan keuangan negara hingga ratusan juta rupiah. Kasus ini terungkap setelah Kejari Bengkulu Utara melakukan penyelidikan intensif dan memeriksa puluhan saksi.
Kedua tersangka yang ditetapkan adalah EF, mantan Sekretaris DPRD Kabupaten Bengkulu Utara yang kini menjabat Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bengkulu Utara, dan AF, mantan Bendahara Pengeluaran di Sekretariat DPRD yang saat ini bertugas sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sekretariat DPRD Kabupaten Bengkulu Utara. Kepala Kejari Bengkulu Utara, Ristu Dermawan, menyatakan penetapan tersangka tersebut berdasarkan hasil gelar perkara dan minimal dua alat bukti yang cukup. "Berdasarkan hasil gelar perkara dan minimal dua alat bukti yang cukup, Kejari menetapkan dua orang tersangka, yakni EF merupakan Sekretaris DPRD tahun 2023 dan AF selaku Bendahara Pengeluaran DPRD tahun 2023," kata Ristu Dermawan di Bengkulu, Rabu.
Modus yang digunakan para tersangka adalah dengan membuat SPPD fiktif untuk perjalanan dinas yang tidak pernah dilaksanakan. Total kerugian negara yang disebabkan oleh SPPD fiktif ini mencapai angka yang signifikan, yaitu Rp19 miliar dari 11 kegiatan. "Dari 11 kegiatan tersebut telah kita lakukan pemeriksaan dan benar adanya perjalanan dinas fiktif, dalam hal ini tidak dilaksanakan. Yang lainnya penyidik sedang mendalami," ujar Ristu menjelaskan lebih lanjut mengenai modus operandi para tersangka.
Tersangka Dihadapkan dengan Ancaman Hukuman Berat
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut mengatur tentang tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan minimal 4 tahun penjara. Ancaman hukuman yang berat ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Sebagai bagian dari proses penyidikan, Kejari Bengkulu Utara telah menerima pengembalian uang kerugian negara sebesar Rp795,91 juta dari 49 orang saksi yang mengakui menerima dana SPPD fiktif. Langkah ini menunjukkan upaya Kejari untuk memulihkan kerugian keuangan negara akibat tindakan korupsi tersebut. Proses hukum selanjutnya akan terus berjalan untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Penyidik Kejari Bengkulu Utara telah memeriksa sebanyak 79 orang saksi dalam kasus ini. Pemeriksaan saksi-saksi tersebut penting untuk melengkapi bukti-bukti dan mengungkap seluruh rangkaian tindak pidana korupsi yang terjadi. Hal ini menunjukkan komitmen Kejari dalam mengusut tuntas kasus ini hingga ke akarnya.
Penahanan Tersangka
Untuk mencegah menghilangkan barang bukti dan melengkapi proses penyidikan, kedua tersangka telah ditahan selama 20 hari ke depan terhitung sejak Rabu. Tersangka AF ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas II B Bengkulu, sedangkan tersangka EF ditahan di Lapas Kelas II B Kota Argamakmur, Kabupaten Bengkulu Utara. Langkah penahanan ini merupakan bagian dari proses hukum yang lazim dilakukan untuk memastikan kelancaran proses penyidikan.
Kasus korupsi SPPD fiktif di Bengkulu Utara ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak untuk senantiasa menjunjung tinggi integritas dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Tindakan tegas dari Kejari Bengkulu Utara diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Proses hukum yang transparan dan adil sangat penting untuk membangun kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.
Kejari Bengkulu Utara berkomitmen untuk terus menyelidiki kasus ini secara menyeluruh dan memastikan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab atas perbuatannya. Proses hukum akan terus berjalan hingga putusan pengadilan dijatuhkan. Publik diharapkan untuk tetap memantau perkembangan kasus ini dan mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.