KPK Periksa Mantan Direktur LPEI, Tersangka Kasus Kredit Rp594 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua mantan direktur LPEI, Bachrul Chairi dan Susiwijono Moegiarso, terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit senilai jutaan dolar AS dan ratusan miliar rupiah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit yang merugikan negara hingga jutaan dolar AS dan ratusan miliar rupiah. Pada Jumat, 11 April 2024, KPK memeriksa dua mantan direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sebagai saksi. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Kasus ini melibatkan sejumlah pihak, termasuk pejabat tinggi di Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengkonfirmasi pemeriksaan tersebut. Ia menyebutkan bahwa dua mantan direktur LPEI yang diperiksa adalah Bachrul Chairi (BC), mantan Ketua Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan, dan Susiwijono Moegiarso (SM), yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Pemeriksaan ini merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan yang intensif dilakukan KPK.
Pemeriksaan terhadap BC dan SM menambah daftar saksi yang telah diperiksa KPK dalam kasus ini. Sepekan terakhir, KPK telah memanggil dan memeriksa total empat saksi. Sebelumnya, pada Kamis, 10 April 2024, KPK telah memeriksa mantan Direktur LPEI Hadiyanto, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, dan Robert Pakpahan, mantan Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu. Semua pemeriksaan ini bertujuan untuk mengungkap secara tuntas alur pemberian kredit yang berujung pada kerugian negara.
Mantan Pejabat Kementerian Keuangan Diperiksa
Pemeriksaan terhadap mantan pejabat Kementerian Keuangan, Hadiyanto dan Robert Pakpahan, semakin memperkuat dugaan keterlibatan pihak-pihak di luar LPEI dalam kasus ini. Keterlibatan mereka dalam proses pemberian kredit perlu diusut tuntas untuk melihat sejauh mana peran dan tanggung jawab mereka. KPK akan menelusuri semua aliran dana dan proses pengambilan keputusan yang terkait dengan pemberian kredit tersebut.
Proses pemeriksaan terhadap para saksi dilakukan secara intensif dan teliti. KPK mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti untuk memperkuat konstruksi kasus. Informasi yang diperoleh dari para saksi akan diintegrasikan dengan bukti-bukti lain yang telah dikumpulkan sebelumnya untuk melengkapi berkas perkara.
Langkah KPK dalam memeriksa para saksi ini menunjukkan komitmen lembaga dalam mengusut tuntas kasus dugaan korupsi tersebut. Pemeriksaan yang komprehensif diharapkan dapat mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan bertanggung jawab atas kerugian negara yang signifikan.
Kronologi dan Kerugian Negara
KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Dua tersangka berasal dari LPEI, yaitu Direktur Pelaksana 1 LPEI Wahyudi dan Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan. Tiga tersangka lainnya berasal dari pihak debitur PT Petro Energy (PE), yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.
Dugaan awal kasus ini bermula dari benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan debitur PT PE. Terdapat kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit. Lebih lanjut, Direktur LPEI diduga tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai dengan aturan yang berlaku (MAP), dan tetap memerintahkan bawahannya untuk memberikan kredit meskipun tidak layak. PT PE juga diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice untuk mendukung pencairan kredit.
Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar 18,07 juta dolar AS dan Rp594,144 miliar. Angka kerugian ini sangat signifikan dan menunjukkan besarnya dampak dari tindakan korupsi yang dilakukan. KPK berkomitmen untuk mengembalikan kerugian negara tersebut.
Proses hukum akan terus berjalan untuk memastikan keadilan ditegakkan dan para pelaku korupsi dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. KPK berharap kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak agar senantiasa menjunjung tinggi integritas dan tata kelola yang baik dalam pengelolaan keuangan negara.