Menkumham Konsultasi Presiden Soal Amnesti KKB: Papua dan Rekonsiliasi
Menteri Hukum dan HAM akan mengkonsultasikan usulan amnesti untuk tujuh anggota KKB di Makassar kepada Presiden, setelah mendapat usulan dari Komisi XIII DPR RI terkait rekonsiliasi di Papua.
Jakarta, 17 Februari 2024 - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI, Supratman Andi Agtas, menyatakan akan mengkonsultasikan usulan pemberian amnesti kepada tujuh anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) kepada Presiden Prabowo Subianto. Usulan ini muncul setelah rapat Komisi XIII DPR RI, di mana anggota Komisi dari Dapil Papua, Tonny Tesar, mengusulkan amnesti bagi anggota KKB yang telah menyatakan niat kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Verifikasi dan Tahapan Amnesti
Menkumham menjelaskan bahwa saat ini pemerintah masih melakukan verifikasi terhadap daftar narapidana yang akan diberikan amnesti. Tahap awal difokuskan pada narapidana kasus makar tanpa senjata. Pemberian amnesti kepada KKB, yang merupakan kelompok bersenjata, akan menjadi pertimbangan tersendiri dan membutuhkan keputusan final dari Presiden. "Karena memang yang di tahap awal ini terkait dengan amnesti yang makar, itu ditujukan kepada mereka yang bukan merupakan gerakan bersenjata," jelas Supratman.
Keputusan pemberian amnesti, terutama bagi mereka yang terlibat dalam aksi makar bersenjata, sepenuhnya berada di tangan Presiden. Komitmen dari narapidana untuk bergabung kembali dengan NKRI menjadi faktor penting dalam pertimbangan tersebut. "Kalau itu ada komitmen yang saya rasa Presiden nanti akan memutuskan atau juga Presiden yang akan memutuskan," tegas Menkumham.
Usulan Amnesti dari DPR dan Kondisi di Lapas Makassar
Usulan amnesti untuk KKB ini muncul dari anggota Komisi XIII DPR RI, Tonny Tesar. Tonny mengungkapkan bahwa usulan ini didasari atas kunjungannya ke salah satu lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Makassar. Di sana, ia menemukan tujuh tahanan anggota KKB yang telah menyatakan keinginan untuk kembali ke NKRI dan telah membuat surat pernyataan resmi. "Tujuh orang yang bersenjata di Lapas Makassar itu telah membuat surat pernyataan, dan akan mendeklarasikan untuk kembali ke pangkuan NKRI," ungkap Tonny.
Tonny menekankan pentingnya mempertimbangkan rekonsiliasi sesuai dengan program Nawacita Presiden. Ia juga menyoroti penggunaan senjata rakitan oleh KKB dan berharap pemerintah dapat mempertimbangkan pelonggaran syarat amnesti bagi mereka yang telah menunjukkan komitmen untuk kembali ke NKRI. "Kami berharap pak menteri dan seluruh jajaran bisa membantu syarat dari KKB yang bersenjata ini bisa dilonggarkan di kita di Papua karena senjata juga banyak senjata rakitan pak, apalagi mereka sudah siap kembali," tambahnya.
Pertimbangan Menteri HAM dan Risiko Keamanan
Sebelumnya, Menteri Hak Asasi Manusia (Menham), Natalius Pigai, telah menyatakan bahwa amnesti yang diberikan tidak ditujukan kepada narapidana politik yang melakukan tindakan makar bersenjata. Pigai mengungkapkan kekhawatiran akan keamanan dan kepastian jika amnesti diberikan kepada kelompok bersenjata. "(Amnesti) tidak diperuntukkan bagi mereka yang bersenjata," tegas Pigai.
Menham juga meragukan kemungkinan lolosnya narapidana politik bersenjata dalam proses asesmen hukum. Ia khawatir pemberian amnesti justru dapat memicu tindakan kekerasan lebih lanjut. "Sehingga yang bersenjata agak riskan (bila diberikan amnesti), agak riskan. Bisa saja memegang senjata setelah membunuh orang, kemudian masuk penjara, kami kasih amnesti, keluar (penjara) dia balas lagi. Orang yang biasa membunuh, membunuh manusia adalah hal yang biasa," jelas Menham.
Kesimpulan
Usulan amnesti untuk anggota KKB di Papua menimbulkan perdebatan dan pertimbangan yang kompleks. Meskipun ada usulan dari DPR dan pernyataan kesediaan dari beberapa anggota KKB untuk kembali ke NKRI, pertimbangan keamanan dan proses verifikasi yang ketat tetap menjadi prioritas. Keputusan final mengenai pemberian amnesti akan berada di tangan Presiden setelah Menkumham menyelesaikan konsultasi.