Miris! Siswa Lebak Terpaksa Bolos Sekolah karena Tak Punya Sepatu dan Alat Tulis
Anak-anak di Lebak, Banten, terpaksa putus sekolah karena keterbatasan ekonomi keluarga, khususnya setelah orang tua mereka mengalami gangguan penglihatan sehingga tak mampu membeli sepatu dan alat tulis.
Lebak, Banten, 15 April 2024 - Sebuah kisah pilu datang dari Kabupaten Lebak, Banten. Siti Fatimah Jahroh, siswi SMPN 1 Cikulur kelas 1, dan beberapa temannya terpaksa absen dari sekolah karena tak memiliki sepatu dan alat tulis. Keluarga mereka, yang telah mengalami gangguan penglihatan, kesulitan memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Kejadian ini menyoroti permasalahan ekonomi dan akses pendidikan di daerah tersebut.
Junaedi (40), ayah Fatimah, menceritakan kesulitan yang dihadapi keluarganya. Ia harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya, sementara penglihatannya juga terganggu. Kondisi ini semakin diperparah dengan kebutuhan sekolah Fatimah dan anak-anak lainnya, termasuk Nia dan Elsa, murid SDN 2 Sukadaya, serta keponakannya, Muhammad Bilal. Untuk mencapai sekolah, Fatimah bahkan harus berjalan kaki sejauh lima kilometer, melewati hutan.
Dua hari terakhir, anak-anak tersebut tidak bersekolah karena malu mengenakan sandal, sementara teman-teman mereka mengenakan sepatu. "Kami berharap adanya bantuan agar anaknya itu bisa melanjutkan pendidikan," ungkap Junaedi dengan nada pilu. Keinginan kuat Fatimah untuk tetap bersekolah, meskipun kondisi keluarganya sulit, patut diapresiasi. Ia bercita-cita mendapatkan ilmu pengetahuan, sebuah harapan yang terancam pupus karena keterbatasan ekonomi.
Kesulitan Ekonomi dan Akses Pendidikan di Lebak
Kondisi ekonomi keluarga Junaedi menggambarkan permasalahan yang dihadapi banyak keluarga di Lebak. Kehilangan mata pencaharian dan gangguan penglihatan yang dialami ayah dan empat kakaknya membuat mereka kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, termasuk biaya pendidikan anak-anaknya. Sepatu dan alat tulis sekolah, yang bagi sebagian orang mungkin dianggap sepele, menjadi penghalang bagi anak-anak ini untuk mengenyam pendidikan.
Kejadian ini bukan hanya masalah individu, tetapi juga mencerminkan tantangan akses pendidikan di daerah pedesaan. Jarak tempuh yang jauh, infrastruktur yang kurang memadai, dan keterbatasan ekonomi menjadi faktor penghambat bagi anak-anak untuk mendapatkan hak pendidikannya. Perlu adanya solusi komprehensif untuk mengatasi masalah ini.
Beruntung, bantuan dari pewarta Perum LKBN Antara Lebak telah membantu membelikan sepatu dan buku bagi Fatimah. "Kami merasa senang bisa sekolah dari bantuan itu," kata Fatimah, mengungkapkan rasa syukur atas bantuan yang diterimanya. Namun, bantuan ini hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan masalah secara menyeluruh.
Tanggapan Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak
Menanggapi permasalahan ini, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak, Maman Suryaman, menyatakan kesiapannya untuk memberikan bantuan kepada anak-anak yang tidak mampu membeli sepatu. Pihaknya akan berkoordinasi dengan sekolah setempat untuk memastikan bantuan tersebut tepat sasaran.
"Kami komitmen agar anak yang tak mampu itu bisa melanjutkan pendidikan," tegas Maman. Pernyataan ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah untuk memastikan akses pendidikan bagi semua anak, terlepas dari latar belakang ekonomi mereka. Namun, diperlukan langkah nyata dan terukur untuk memastikan komitmen tersebut terwujud.
Permasalahan ini membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun masyarakat luas. Solusi jangka panjang diperlukan untuk mengatasi permasalahan ekonomi dan akses pendidikan di Lebak, agar anak-anak seperti Fatimah dan teman-temannya dapat mengenyam pendidikan tanpa hambatan.
Selain bantuan langsung berupa sepatu dan alat tulis, perlu adanya program pemberdayaan ekonomi keluarga agar mereka mampu memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya secara berkelanjutan. Peningkatan infrastruktur jalan dan transportasi juga penting untuk mempermudah akses anak-anak ke sekolah, terutama di daerah-daerah terpencil.
Semoga kisah Fatimah dan teman-temannya dapat menjadi perhatian dan mendorong terwujudnya pendidikan yang inklusif dan berkualitas bagi seluruh anak Indonesia.