NasDem Nilai Penghapusan Presidential Threshold Tidak Tepat
Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, menilai penghapusan presidential threshold oleh MK berpotensi menimbulkan masalah baru dalam demokrasi Indonesia, meskipun ia mengakui hak setiap orang untuk mencalonkan diri.
Jakarta, 14 Februari 2024 - Penghapusan presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden telah menimbulkan pro dan kontra di Indonesia. Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, baru-baru ini menyatakan ketidaksetujuannya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meniadakan PT tersebut. Keputusan MK ini, yang tertuang dalam Putusan MK No 62/PUU-XXII/2024, telah menghapus Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Pernyataan Surya Paloh: PT Nol Persen Tidak Tepat
Surya Paloh, dalam jumpa pers di NasDem Tower, Jakarta, menyatakan bahwa penghapusan PT hingga menjadi nol persen adalah langkah yang tidak tepat. Menurutnya, meskipun persentase PT sebesar 20 persen mungkin perlu dikaji ulang, mengubahnya menjadi nol persen bukanlah solusi yang ideal. "Tidak tepat itu presidential threshold di nolkan ya. Dari awal ya, itu diatur. Memang harapannya juga ada keputusannya," ujar Paloh. Ia menekankan pentingnya menjaga agar demokrasi Indonesia tetap efektif dan tidak hanya berfokus pada euforia demokrasi semata, tetapi juga pada pembangunan dan cita-cita kemerdekaan.
Dampak Penghapusan Presidential Threshold
Sebelumnya, PT mensyaratkan partai politik atau koalisi partai untuk memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional dalam pemilu legislatif untuk dapat mencalonkan presiden dan wakil presiden. Penghapusan PT ini membuka peluang bagi lebih banyak calon untuk maju dalam Pilpres mendatang. Surya Paloh sendiri mengaku tidak membayangkan skenario di mana lebih dari 50 calon presiden akan mendaftar. Ia bahkan memperkirakan, mengingat banyaknya partai yang lolos Pemilu, jumlahnya bisa mencapai 70 hingga 80 partai, yang berpotensi memunculkan jumlah kandidat yang sangat banyak.
Pandangan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa PT yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup hak konstitusional partai politik yang tidak memenuhi persentase suara atau kursi di DPR untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. MK juga memperhatikan kecenderungan politik Indonesia yang cenderung hanya melibatkan dua pasangan calon dalam Pilpres, sehingga memicu polarisasi yang mengancam keutuhan negara. Oleh karena itu, MK menilai PT tersebut bertentangan dengan hak politik, kedaulatan rakyat, dan melanggar moralitas, rasionalitas, serta keadilan.
Hak Mencalonkan Diri vs. Efektivitas Demokrasi
Meskipun mengakui hak setiap warga negara untuk mencalonkan diri sebagai presiden, Surya Paloh tetap mempertanyakan efektivitas demokrasi dengan jumlah calon yang sangat banyak. Ia menyoroti pentingnya keseimbangan antara hak individu dan pengelolaan sistem politik yang efektif dan berkelanjutan. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana sistem pemilu dapat tetap berjalan efektif dan efisien dengan jumlah calon presiden yang sangat banyak, dan bagaimana mencegah potensi polarisasi yang lebih tajam.
Kesimpulan
Debat seputar presidential threshold menyoroti kompleksitas demokrasi Indonesia. Di satu sisi, terdapat hak konstitusional untuk mencalonkan diri, sementara di sisi lain, terdapat perlu dipertimbangkan efektivitas dan stabilitas sistem politik. Perdebatan ini akan terus berlanjut, dan dampak penghapusan PT terhadap Pilpres mendatang akan menjadi fokus pengamatan bagi semua pihak.