Pemerintah Perkuat Pelindungan Pekerja Terdampak PHK: JKP dan Inisiatif Terbaru
Bappenas tegaskan komitmen pemerintah melindungi pekerja yang terkena PHK melalui program JKP dan berbagai inisiatif lain untuk menciptakan iklim ketenagakerjaan yang kondusif di tengah tantangan ekonomi global.
JAKARTA, 14 Maret 2024 - Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Maliki, menyatakan pemerintah terus berupaya melindungi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah tantangan ekonomi global. Pemerintah hadir memberikan kepastian perlindungan yang lebih luas bagi pekerja/buruh yang terdampak PHK melalui berbagai program dan kebijakan strategis. Upaya ini dilakukan untuk merespons perlambatan ekonomi global dan dampaknya terhadap pasar kerja Indonesia.
Sejak tahun 2022, pemerintah telah meluncurkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai bentuk perlindungan sosial bagi pekerja yang terkena PHK. Program ini memberikan manfaat berupa uang tunai, akses pelatihan kerja, dan layanan informasi pasar kerja. Pada awal tahun 2025, pemerintah telah merevisi peraturan penyelenggaraan JKP melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025, mencakup penyesuaian syarat kepesertaan dan penerima manfaat, serta peningkatan manfaat uang tunai. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan efektivitas program JKP dalam membantu para pekerja yang terkena PHK.
Sumber dana JKP tidak membebani pekerja/buruh, melainkan berasal dari iuran pemerintah sebesar 0,22 persen dari upah sebulan (batas atas upah Rp5 juta) dan rekomposisi dari Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0,14 persen. Dengan demikian, pekerja yang terkena PHK akan menerima manfaat uang tunai sebesar 60 persen dari upah (batas atas Rp5 juta) selama maksimal 6 bulan. Program ini ditujukan bagi pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) yang memenuhi kriteria tertentu, baik di usaha besar/menengah maupun mikro/kecil.
Permasalahan PHK dan Upaya Penanganannya
Meningkatnya angka PHK akhir-akhir ini, terutama di industri padat karya seperti tekstil dan produk tekstil, menjadi perhatian serius pemerintah. Beberapa faktor internal dan eksternal berkontribusi terhadap peningkatan angka PHK. Faktor internal meliputi usia mesin pabrik yang sudah tua dan produktivitas yang rendah, sehingga produk Indonesia kalah bersaing dengan produk impor, khususnya dari China, meskipun sudah dikenakan tarif. Sementara itu, faktor eksternal meliputi maraknya marketplace yang memudahkan pembelian online produk impor tanpa pajak, impor ilegal, lemahnya penegakan hukum, dan tren thrifting yang mengurangi permintaan produk baru.
Pada awal tahun 2025, penyebab utama PHK didominasi oleh berhentinya operasional perusahaan karena pailit (13.204 kasus), kondisi keuangan perusahaan yang menurun karena beban upah tinggi (4.461 kasus), dan faktor lain seperti relokasi pabrik. Angka PHK yang cukup tinggi ini mendorong pemerintah untuk meningkatkan investasi padat karya di sektor tekstil dan produk tekstil, khususnya di wilayah dengan kasus PHK tinggi.
Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah telah menetapkan beberapa prioritas nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Prioritas tersebut meliputi penguatan keahlian mediasi perselisihan hubungan industrial, pembinaan tenaga kerja agar terampil berdialog, peningkatan kapasitas mediator, dan penguatan sosialisasi Program JKP. Semua upaya ini bertujuan untuk mencegah PHK dan memastikan hak-hak pekerja terpenuhi jika PHK terjadi.
Dukungan Pemerintah bagi Pekerja Ter-PHK
Pemerintah juga memprioritaskan agar pekerja yang terkena PHK dapat kembali bekerja dan meningkatkan keterampilan melalui pelatihan vokasi. Sistem Informasi Pasar Kerja (SIAPKerja) Kementerian Ketenagakerjaan menyediakan pelatihan peningkatan keterampilan, informasi lowongan kerja, konsultasi karier, dan penempatan kerja. Dukungan ini diberikan oleh Dinas Tenaga Kerja di tingkat provinsi dan daerah.
Selain itu, pemerintah juga berupaya menyederhanakan sistem perizinan untuk menarik investor baru dan menciptakan lapangan kerja. Dengan berbagai upaya ini, pemerintah berharap dapat menciptakan iklim ketenagakerjaan yang kondusif dan melindungi pekerja Indonesia dari dampak negatif PHK.
Dengan adanya program JKP dan berbagai inisiatif lainnya, pemerintah menunjukkan komitmen yang kuat dalam melindungi pekerja yang terkena PHK dan membantu mereka untuk kembali memasuki pasar kerja. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi dampak negatif PHK terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.