Pemilu Jerman: Merz Unggul, Koalisi Dinantikan, AfD Mengancam
Pemilu Jerman telah berlangsung, CDU/CSU unggul dalam jajak pendapat, namun koalisi kemungkinan besar akan terbentuk, sementara AfD menjadi kekuatan politik terbesar kedua.
Pemilihan parlemen baru Jerman telah berlangsung pada Minggu, 23 Februari 2024. Lebih dari 59 juta warga Jerman, termasuk 2,3 juta pemilih pemula, menggunakan hak pilih mereka untuk menentukan komposisi parlemen selanjutnya. Hasil sementara menunjukkan Partai Demokrat Kristen (CDU/CSU) unggul, namun pembentukan koalisi pemerintahan menjadi tantangan utama mengingat kompleksitas sistem pemilu Jerman dan munculnya Partai Alternatif untuk Jerman (AfD) sebagai kekuatan politik signifikan.
CDU/CSU, yang dipimpin oleh Friedrich Merz, meraih angka signifikan dalam jajak pendapat pra-pemilu, unggul jauh dari Partai Sosial Demokrat (SPD) pimpinan Kanselir Olaf Scholz. Namun, kemenangan mutlak tampaknya sulit diraih, membuka jalan bagi pembentukan koalisi. Sistem pemilu Jerman yang unik, dengan dua suara yang diberikan setiap warga (satu untuk kandidat distrik dan satu untuk partai), turut mempengaruhi dinamika perolehan kursi parlemen.
Kehadiran AfD, partai sayap kanan anti-imigrasi, menjadi faktor penting dalam peta politik Jerman. Meskipun meraih persentase suara yang tinggi, AfD diprediksi tidak akan masuk dalam koalisi pemerintahan karena penolakan dari partai-partai lain. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai stabilitas politik dan arah kebijakan Jerman di masa mendatang.
Sistem Pemilu Jerman dan Partisipasi Pemilih
Sistem pemilu Jerman yang unik, yaitu sistem campuran, memberikan dua suara kepada setiap pemilih. Suara pertama untuk kandidat di tingkat distrik, dan suara kedua untuk partai politik. Sistem ini, dikombinasikan dengan ambang batas 5 persen suara atau tiga kursi distrik untuk masuk parlemen, menghasilkan dinamika politik yang kompleks dan seringkali membutuhkan koalisi untuk membentuk pemerintahan.
Tingkat partisipasi pemilih menunjukkan perbedaan yang signifikan antar kelompok usia. Kelompok usia lanjut menunjukkan tingkat partisipasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia muda dan pemilih dengan latar belakang imigran. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam memastikan representasi yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat Jerman.
Lebih dari 7 juta pemilih memiliki latar belakang imigran, termasuk lebih dari 1 juta warga Jerman keturunan Turki. Partisipasi pemilih dari kelompok ini perlu menjadi perhatian mengingat pentingnya representasi inklusif dalam pemerintahan.
Pada pemilu parlemen 2021, tingkat partisipasi mencapai 76,6 persen, namun menurun menjadi 64,8 persen pada pemilu Parlemen Eropa 2024. Fluktuasi tingkat partisipasi ini perlu dikaji lebih lanjut untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Partai-Partai Utama dan Potensi Koalisi
Sebanyak 29 partai politik berpartisipasi dalam pemilu ini, bersaing memperebutkan 630 kursi parlemen. Namun, hanya enam partai yang diperkirakan akan melewati ambang batas 5 persen untuk masuk Bundestag. Selain CDU/CSU dan SPD, partai-partai lain yang diprediksi lolos adalah AfD, Partai Hijau, Die Linke, dan FDP.
Komposisi parlemen yang dihasilkan akan menentukan kemungkinan koalisi yang akan terbentuk. Dengan tidak adanya partai yang meraih mayoritas mutlak, koalisi menjadi keniscayaan. Potensi koalisi antara CDU/CSU dan SPD menjadi salah satu skenario yang paling mungkin, meskipun masih ada kemungkinan koalisi tiga partai jika FDP atau partai lainnya berhasil masuk parlemen.
Representasi perempuan dalam pemilu ini sedikit menurun dibandingkan pemilu sebelumnya. Jumlah kandidat perempuan sebanyak 1.422 orang (32 persen), turun dari 33 persen pada 2021. Hal ini menunjukkan perlunya upaya lebih lanjut untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik Jerman.
Kandidat Kanselir dan Visi Politik Mereka
Persaingan perebutan kursi Kanselir melibatkan beberapa tokoh utama. Friedrich Merz dari CDU/CSU, Olaf Scholz dari SPD, Robert Habeck dari Partai Hijau, dan Alice Weidel dari AfD menjadi beberapa nama yang paling menonjol. Jajak pendapat menunjukkan Merz unggul dalam popularitas, namun hasil akhir pemilu dan proses pembentukan koalisi akan menentukan siapa yang akhirnya akan memimpin Jerman.
Merz, dengan fokus pada ekonomi dan migrasi, menawarkan kebijakan pro-bisnis dan pengawasan perbatasan yang ketat. Scholz, di sisi lain, menekankan pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial. Habeck dari Partai Hijau fokus pada transisi energi terbarukan, sementara AfD dengan Alice Weidel mengusung kebijakan anti-imigrasi dan nasionalis.
Perbedaan visi politik antar kandidat ini mencerminkan beragamnya pandangan dan kepentingan dalam masyarakat Jerman. Pembentukan koalisi akan menjadi proses negosiasi yang kompleks, di mana berbagai kepentingan dan kompromi harus dipertimbangkan.
Hasil pemilu ini akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang arah politik Jerman di masa mendatang. Baik CDU/CSU, SPD, maupun partai-partai lainnya, akan menghadapi tantangan dalam menghadapi berbagai isu kompleks seperti ekonomi, migrasi, dan perubahan iklim.