Pemkab Bogor Inventarisir Lahan untuk Normalisasi Sungai Cileungsi-Cikeas
Pemerintah Kabupaten Bogor menginventarisir lahan untuk normalisasi Sungai Cileungsi-Cikeas guna mengatasi banjir tahunan di wilayah timur Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi, dengan target penyelesaian inventarisasi pada Desember 2025.
Banjir tahunan yang melanda wilayah timur Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor untuk mengambil langkah konkret. Pemkab Bogor saat ini tengah melakukan inventarisasi lahan milik pemerintah di sepanjang Sungai Cileungsi dan Cikeas. Langkah ini merupakan bagian penting dari proyek normalisasi sungai yang bertujuan untuk mengatasi masalah banjir yang telah berlangsung lama.
Proses inventarisasi lahan ini diinstruksikan langsung oleh Bupati Bogor, Rudy Susmanto. Hal ini disampaikan oleh Muji Lestari, perwakilan Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor, pada Minggu lalu di Cibinong. Tujuan utama dari inventarisasi ini adalah untuk mempercepat proses normalisasi sungai dan menekan biaya pembebasan lahan.
Dengan memanfaatkan aset daerah yang ada, diharapkan normalisasi sungai dapat segera dilakukan sehingga kapasitas sungai dapat menampung debit air yang meningkat saat hujan lebat. Proyek normalisasi ini diperkirakan membutuhkan biaya yang sangat besar, sekitar Rp370 miliar untuk wilayah Kabupaten Bogor saja, dan totalnya mencapai Rp700-800 miliar untuk wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi.
Inventarisasi Lahan dan Target Penyelesaian
Muji Lestari menambahkan bahwa pemerintah pusat menargetkan penyelesaian inventarisasi lahan pada Desember 2025. "Timeline dari pemerintah pusat itu, Desember 2025 inventarisirnya sudah selesai," kata Muji. Normalisasi sungai di Kabupaten Bogor difokuskan di dua desa di Kecamatan Gunungputri, yaitu Bojongkulur dan Ciangsana.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor, Ajat Rochmat Jatnika, menjelaskan bahwa rencana penanganan banjir di Sungai Cileungsi dan Cikeas telah dirancang oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU) RI. Rencana tersebut mencakup normalisasi, pelebaran sungai, dan pembangunan polder.
Namun, Ajat mengakui bahwa pembebasan lahan menjadi kendala utama. "Pembebasan lahan menjadi cost sharing harapannya, dan Kementerian PU sudah menganalisis land acquisition and resettlement action plan (LARAP)-nya (Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali)," ujarnya. Pemkab Bogor telah mengeluarkan surat tanggap darurat transisi dan pemulihan pada Maret lalu sebagai bentuk kesiapan dalam menghadapi dan mengatasi masalah banjir.
Solusi Terpadu Penanganan Banjir
Selain normalisasi sungai, pembangunan kolam retensi air juga menjadi prioritas. Kolam retensi ini diharapkan mampu mengendalikan aliran air dari hulu ke hilir, terutama di perbatasan Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi. Ajat menekankan pentingnya kolaborasi dan koordinasi yang baik antara Pemkab Bogor dan pemerintah pusat dalam penanganan banjir ini.
"Ada yang sifatnya pelebaran sungai, ada juga yang bikin polder, sudah ada di dalam perencanaan itu, mulai dari hilir diverifikasi sampai identifikasi pada kawasan kita yang ada di daerah. Beberapa perkembangan wilayah di hulu, pasti kita mewajibkan kolam retensi karena konsepnya zero run off ya, jadi tidak ada yang terbuang, tinggal penerapan di lapangan harus diperketat. Itu yang pertama kita lakukan," tegas Ajat.
Pemkab Bogor berkomitmen untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam penanganan banjir ini. Dengan adanya inventarisasi lahan dan rencana terpadu yang melibatkan normalisasi sungai, pelebaran sungai, pembangunan polder, dan kolam retensi, diharapkan masalah banjir di wilayah timur Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi dapat segera teratasi.
Langkah-langkah yang dilakukan Pemkab Bogor ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam mengatasi bencana banjir dan memberikan rasa aman bagi masyarakat.