Pertanian dan Budaya Indonesia: Dua Sisi Mata Uang yang Tak Terpisahkan
Menteri Fadli Zon tegaskan keterkaitan erat pertanian dan budaya Indonesia, menekankan pentingnya kearifan lokal serta diversifikasi pangan untuk mencapai swasembada.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Fadli Zon, secara tegas menyatakan bahwa isu pertanian di Indonesia tak dapat dilepaskan dari konteks budaya. Pernyataan tersebut disampaikan pada Sabtu, 22 Februari 2024, saat membuka Sekolah Petani ke-dua. Beliau menjelaskan bahwa tantangan dalam sektor pertanian erat kaitannya dengan praktik budaya sehari-hari masyarakat Indonesia, karena budaya bangsa ini berakar pada pertanian.
Dalam setiap tahapan pertanian, mulai dari penanaman hingga panen, selalu diiringi berbagai upacara, doa, dan ritual sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan alam yang subur. Hal ini menunjukkan betapa lekatnya pertanian dengan kehidupan spiritual masyarakat Indonesia. Praktik ini tersebar di berbagai wilayah Indonesia, dan menjadi bagian integral dari kehidupan sosial budaya masyarakat.
Lebih lanjut, Menteri Zon menekankan pentingnya kearifan lokal dalam pertanian. Ia mencontohkan sistem irigasi tradisional subak di Bali yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia. Sistem ini, yang telah diwariskan turun-temurun, merupakan bukti nyata bagaimana budaya dan pertanian saling terkait dan berkontribusi pada keberlanjutan pertanian.
Kearifan Lokal dan Sistem Subak di Bali
Sistem irigasi subak di Bali bukan hanya sekadar sistem pengairan, melainkan juga merupakan sistem sosial budaya yang kompleks. Pengelolaan air irigasi dilakukan secara gotong royong dan berdasarkan aturan adat yang telah berlangsung selama berabad-abad. Keberhasilan sistem subak dalam menjaga kelestarian sumber daya air dan produktivitas pertanian menjadi contoh nyata bagaimana kearifan lokal dapat berkontribusi pada pembangunan pertanian berkelanjutan.
Pengakuan UNESCO atas sistem subak sebagai warisan dunia menunjukkan betapa pentingnya kearifan lokal dalam pertanian. Hal ini juga menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia untuk melestarikan dan mengembangkan kearifan lokal mereka dalam sektor pertanian.
Lebih dari itu, keberhasilan sistem subak juga membuktikan bahwa pertanian yang berkelanjutan dapat dicapai dengan menggabungkan praktik pertanian tradisional dengan teknologi modern. Dengan demikian, kearifan lokal tidak hanya perlu dilestarikan, tetapi juga perlu dikembangkan dan diintegrasikan dengan inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pertanian.
Diversifikasi Pangan: Menuju Swasembada Pangan
Menteri Fadli Zon juga menekankan pentingnya diversifikasi pangan dalam rangka mencapai swasembada pangan. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang memprioritaskan sektor pangan untuk kemajuan budaya.
Menurutnya, swasembada pangan bukan hanya soal ketersediaan dan kedaulatan pangan, tetapi juga tentang diversifikasi sumber pangan. Ia mendorong pengembangan komoditas lokal seperti jagung, sagu, dan sorgum sebagai alternatif sumber pangan.
Dengan mempromosikan pangan lokal, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada komoditas impor dan meningkatkan ketahanan pangan nasional. Hal ini juga akan membantu melestarikan keanekaragaman hayati dan budaya lokal yang terkait dengan produksi pangan.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pun mendukung program-program pertanian yang terkait dengan budaya, termasuk upaya diversifikasi sumber pangan dan promosi pangan lokal. Dukungan ini diharapkan dapat memperkuat sektor pertanian dan budaya Indonesia secara berkelanjutan.
Kesimpulannya, pertanian dan budaya di Indonesia merupakan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Pengembangan sektor pertanian harus mempertimbangkan aspek budaya, dan sebaliknya, pelestarian budaya juga harus memperhatikan sektor pertanian. Dengan menggabungkan kearifan lokal dan inovasi teknologi, Indonesia dapat mencapai swasembada pangan dan pembangunan pertanian yang berkelanjutan.